REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi NTB mengungkapkan usaha mikro setempat sulit memperoleh Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari bank disebabkan harus memberikan jaminan atau pengikat. Selama ini, Bank penyalur KUR dinilai lebih menyasar ritel dibandingkan usaha mikro.
"Masalahnya sekarang dibilang tidak ada jaminan tapi ada pengikat. Itu rupanya membuat sulit bagi Usaha mikro kita. Contohnya kesulitan dengan mencari pengikat (jaminan) semisal BPKB," ujar Kepala Dinas Koperasi dan UMKM, Selly Andayani, di Mataram, Selasa (21/6).
Menurutnya, penyalur KUR lebih memilih ritel dibandingkan usaha mikro. Padahal, plafon KUR untuk usaha mikro kurang lebih sekitar Rp 20 juta. Hal itu yang membuat kondisi UMKM tidak berkembang.
Ia menuturkan, suku bunga KUR pada 2017 mendatang akan mencapai tujuh persen dengan harapan UMKM bisa berkembang. Oleh karena itu, pihaknya terus mendorong agar UMKM menjadi anggota koperasi untuk memudahkan permodalan.
"Mikro paling banyak jumlahnya tapi kurang disentuh. Bank penyalur ini pun tidak minat menyasar ke usaha mikro," ungkapnya.
Selly menilai saat ini ruang gerak koperasi semakin dipersempit oleh pemerintah. Padahal potensi koperasi sangat besar untuk maju. Selama ini, ia menilai koperasi jarang dibina. Menurutnya, koperasi perlu regenerasi.
Berdasarkan data Dinas Koperasi dan UMKM NTB, jumlah usaha mikro mencapai 579.623, usaha kecil sebanyak 62.794, usaha menengah 2.957, usaha besar sebanyak 414 usaha. Total UMKM di NTB sebanyak 545.788 jenis usaha.