Sabtu 02 Jul 2016 15:30 WIB

PBB Desak Suu Kyi Bertindak Atasi Kekerasan Terhadap Muslim

Petisi cabut nobel perdamaian milik Aung San Suu Kyi di Change.org, Senin (28/3).
Foto: change.org
Petisi cabut nobel perdamaian milik Aung San Suu Kyi di Change.org, Senin (28/3).

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Penyidik hak asasi manusia PBB, Jumat, mendesak Pemerintah Myanmar yang dipimpin oleh pemenang Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi untuk menyelidiki serangan massa pekan lalu di sebuah masjid dan menindak kekerasan agama.

Dalam salah satu ledakan paling serius dari kekerasan antar-agama dalam beberapa bulan terakhir, sekelompok orang dari sebuah desa di Myanmar tengah pekan lalu menghancurkan sebuah masjid karena sengketa pembangunannya dan memukuli seorang pria Muslim.

Dalam insiden terpisah pada Jumat, umat Buddha membakar ruang doa Muslim di utara Negara Bagian Kachin, kata polisi. Serangan itu menggarisbawahi tantangan Suu Kyi untuk mengatasi warisan pemerintahan junta sebelumnya terkait kekerasan akibar perbedaan agama dan etnis.

Ketegangan agama telah memanas di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha selama hampir setengah abad kekuasaan militer, sebelum meningkat pada 2012 menjadi bentrokan antara Muslim Rohingya dan etnis Rakhine Buddha.

Kekerasan antara Muslim dan Buddha di bagian lain negara itu terjadi pada tahun 2013 dan 2014. Yanghee Lee, Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia di Myanmar, mengaku prihatin dengan laporan bahwa pemerintah tidak akan menyelidiki serangan pekan lalu di masjid.

"Ini sinyal yang salah. Pemerintah harus menunjukkan bahwa menghasut dan melakukan kekerasan terhadap etnis atau agama minoritas tidak memiliki tempat di Myanmar," kata Lee pada akhir kunjungan 12 hari ke negara itu.

Insiden pidato kebencian, diskriminasi, kebencian, kekerasan dan intoleransi agama yang menjadi perhatian, katanya. Saat ia berbicara pada Jumat, polisi setempat dan anggota Liga Nasional Demokrasj Suu Kyi mengatakan penduduk desa di Negara Bagian Kachin membakar sebuah ruang doa Muslim setelah sengketa lokasi.

"Kami mencoba untuk bernegosiasi antara mereka untuk menghindari ini menjadi konflik serius, tapi tidak ada yang bisa menghentikan mereka," kata Tin Soe, anggota parlemen NLD dari daerah.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement