REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan pihaknya memberi masukan kepada pemerintah dan parlemen terkait Revisi Undang-undang (RUU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Kami beri masukan, adakan diskusi bersama untuk perspektif menyeluruh dengan semangat sama yaitu mencegah terorisme berbasis radikalisme agama dan sosial," kata Haedar usai acara Silaturahim Idul Fitri 1437 Hijriah PP Muhammadiyah di Jakarta, Senin (18/7)..
Muhammadiyah, kata dia, mendorong agar regulasi antiterorisme nantinya tidak melakukan generalisasi terhadap kaum atau agama tertentu. Pemetaan kantung teroris harus dilakukan secara seksama, tidak serampangan sehingga penanggulangan teroris dapat terlaksana secara efektif dan efisien tidak asal tangkap.
"Perlu dipahami jika teorisme muncul dari banyak faktor seperti kesenjangan ekonomi, marginalisasi kelompok masyarakat tertentu, perlakuan sistem yang tidak adil dan faktor lainnya," kata dia.
Muhammadiyah sebagai organisasi sosial kemasyarakan, kata Haedar, juga turut berupaya menekan pertumbuhan terorisme terutama yang bersumber dari radikalisme.
Dia mengatakan salah satu kekuatan Muhammadiyah dalam membendung terorisme adalah di ranah pendidikan lewat sekolah, madrasah dan pendidikan tinggi yang dimiliki salah satu ormas Islam terbesar Indonesia ini. Muhammadiyah juga memiliki akses pendidikan keluarga guna membendung radikalisme agama dan sosial.
Beberapa cara lain untuk membendung terorisme dari ormas Muhammadiyah, kata dia, disampaikan lewat forum pertemuan, misalnya pengajian, di Muhammadiyah agar umat menghindari penafsiran serampangan dari ayat sehingga individu atau kelompok menjalankan agama secara literal dan kasat mata.