Kamis 25 Aug 2016 20:32 WIB

Asosiasi Tembakau dan Cengkeh Kecewa dengan Riset FKM UI

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Ilham
Rencana Kenaikan Harga Rokok. Petugas toko mengambil rokok untuk konsumen (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Rencana Kenaikan Harga Rokok. Petugas toko mengambil rokok untuk konsumen (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu kenaikan harga rokok mencapai Rp 50 ribu per bungkus berawal dari diskui yang dilakukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI). Dikusi tersebut telah mendorong isu kenaikan harga rokok secara eksesif sehingga telah membuat kegaduhan di masyarakat.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia, Suseno Riban mengatakan, pihaknya kecewa dengan hasil dikusi tersebut. Bahkan, Suseno menduga diskusi ini dibekingi sejumlah pihak asing yang berniat menghancurkan industri tembakau Indonesia.

“Isu ini berkembang akibat riset yang didanai pihak asing dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena menggiring responden kepada opini tertentu. Hal ini telah menciptakan keresahan bagi masyarakat Indonesia, khususnya petani tembakau, petani cengkeh, pekerja dan pedagang, yang menggantungkan mata pencahariannya dari industri hasil tembakau nasional,” kata Suseno, Kamis (25/8).

Suseno menilai, aliran dana asing yang diberikan untuk merugikan indstri tembakau seharusnya tidak diterima oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) Indonesia. Termasuk dana asing yang bertujuan untuk mengintervensi tatanan kehidupan masyarakat yang sudah ada, termasuk kehidupan dan penghidupan masyarakat yang bekerja di sektor tembakau.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM), Sudarto mengungkapkan, riset kenaikan harga rokok telah memicu kekhawatiran di seluruh lapisan dan pemangku kepentingan industri, khususnya para pekerja pabrikan rokok. Menurut dia, riset seharusnya mencari jalan keluar yang bijak, bukan menyudutkan pihak-pihak tertentu.

“Bila akibat riset itu banyak yang dirumahkan, siapa yang mau bertanggung jawab?" kata Sudarto.

Dia menjelaskan, dengan tingkah kenaikan harga dan cukai selama 5 tahun terakhir, ada 1.200 pabrik rokok lokal yang gulung tikar dan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 102.500 pekerja. Apalagi bila harga rokok dinaikkan secara drastis sampai Rp 50 ribu per bungkus, tentu akan terjadi PHK masal.

Ketua Umum Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), Dahlan Said juga mengatakan, riset yang baru-baru ini membuat gempar banyak pihak terlihat sangat tendensius pada aspek kesehatan saja, tanpa memikirkan nasib petani dan tenaga kerja. Dahlan menjelaskan, produksi cengkeh di Indonesia saat ini sekitar 100 ribu sampai 110 ribu ton per tahun, dan 94 persen diserap oleh industri rokok.

“Kami setuju bahwa masyarakat perlu paham akan dampak rokok bagi kesehatan, serta anak-anak harus dicegah untuk membeli dan mengonsumsi. Namun, tentunya hal tersebut tidak dilakukan dengan membunuh industri tembakau nasional," katanya.

Untuk itu, dia memohon kepada para pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan semua aspek industri serta menyertakan semua pemangku kepentingan dalam pembuatan kebijakan, terutama kebijakan harga dan cukai rokok.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement