REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Feri Anugrah
Maaf dan memaafkan adalah persoalan yang kadang susah sekali dilakukan. Apalagi bila sudah berada di posisi mampu untuk melakukan balas dendam. Hanya orang-orang berhati mulialah yang bisa melakukannya.
Memaafkan adalah salah satu sifat Allah yang harus kita pakai di kala ada permasalahan dengan sesama. Karena yang namanya hidup bermasyarakat, gesekan dan konflik pasti selalu ada. Di situlah memaafkan menjadi salah satu solusinya. Memaafkan nyatanya tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Apabila ada orang yang menzalimi, memfitnah, mencelakai, atau menuduh kita dengan sewenang-wenang, apakah kita akan langsung memaafkan orang tersebut? Belum tentu. Bahkan, bisa jadi kita akan melakukan hal yang sama kepada orang tersebut jika kita tidak berpikir rasional.
Orang yang gemar memaafkan adalah mereka yang hatinya lapang, mulia, dan lembut. Mereka memaafkan semata-mata karena Allah SWT. Tidak ada permusuhan apapun di hatinya. Kebeningan dan cahaya ilahi selalu hinggap di hatinya.
Allah SWT berfirman dalam Hadis Qudsi, “Nabi Musa telah bertanya kepada Allah, ‘Ya Rabbi! Siapakah di antara hamba-Mu yang lebih mulia menurut pandangan-Mu?’ Allah menjawab, ‘Ialah orang yang apabila berkuasa (menguasai musuhnya), dapat segera memaafkan.’” (Hadis Qudsi Riwayat Kharaithi dari Abu Hurairah).
Karena memaafkan, seorang hamba akan mendapatkan kemuliaan tak terhingga di sisi Allah. Derajatnya lebih tinggi dan lebih agung dibandingkan orang-orang yang di hatinya menyimpan dendam. Allah SWT berfirman, “Maafkanlah dan ampunilah mereka. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang berbuat baik.” (QS al-Ma’idah [5]: 13).
Pada Perang Uhud Rasulullah SAW mendapatkan luka cukup serius di wajah dan beberapa giginya patah. Melihat kejadian memilukan ini, salah seorang sahabatnya berkata, “Ya Rasulullah, doakanlah mereka agar celaka!” Beliau menjawab, “Aku sekali-kali tidak diutus untuk melaknat seseorang, tetapi aku diutus untuk mengajak kepada kebaikan dan sebagai rahmat.”
Lalu Rasulullah SAW menengadahkan tangannya kepada Allah SWT seraya berdoa, “Ya Allah, ampunilah kaumku, karena mereka tidak mengetahui.” Sungguh, perbuatan mulia nan agung. Rasulullah SAW tidak membalas dendam, tapi memaafkan mereka dengan kasih sayang. Bahkan, beliau malah mendoakannya agar Allah mengampuni mereka.
Suatu ketika, orang kafir bernama Du’tsur mendapati Rasulullah SAW sedang istirahat di bawah pohon rindang. Kafir itu segera mengambil pedang Rasulullah SAW dan menghunuskannya sembari mengancam. “Siapakah yang dapat membelamu dari situasi ini?” Dengan tegas Rasulullah SAW menjawab, Allah.
Mendengar jawab beliau, Du’tsur gemetar dan pedangnyapun jatuh. Rasul segera mengambil pedang itu dan berbalik mengancam Du’tsur seraya berkata, “Siapakah yang akan membelamu saat ini?” Du’tsur menjawab, “Tidak ada seorang pun!” Apa yang terjadi kemudian? Ternyata, Rasulullah SAW memaafkan dan membebaskan orang bernama Du’tsur yang tadi mengancamnya.
Akhirnya, Du’tsur pun berdakwah mengajak kaumnya memeluk agama Allah.Semoga Allah menggolongkan kita ke dalam kelompok orang yang arif dan gemar memaafkan. Akan tetapi, bukan berarti tidak tegas dalam membedakan mana yang haq dan bathil. Wallahu a’lam.