Senin 12 Dec 2016 08:13 WIB

Kisah Penaklukkan Khurasan dan Shalat Subuh Anas bin Malik

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Dwi Murdaningsih
Shalat subuh berjamaah di masjid Joglokariyan.
Foto: Republika/Rizma Riyandi.
Shalat subuh berjamaah di masjid Joglokariyan.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (Miumi) DIY, Ridwan Hamidi menuturkan, umat bisa belajar kepemimpinan pada gerakan shalat Subuh berjamaah. Sebab, pada shalat jamaah makmum harus mengikuti komando imam.

“Kita baru bisa shalat setelah imam ada di hadapan kita,” katanya saat memberi tausiah pada Aksi 1212, Senin (12/12).

Selain itu, Ridwan mengatakan, gerakan 1212 juga melatih ketaatan dan kedisiplinan umat. Terutama ketaatan pada azan. Di mana saat azan berkumandang seorang Muslim harus segera bersiap-siap untuk shalat. Di samping itu subuh merupakan waktu utama.

Di mana banyak kemenangan umat Islam diperoleh pada waktu subuh seperti halnya penaklukkan Konstansinopel berabad-abad lalu. Selain itu, Rasulullah juga menjanjikan banyak kebaikan bagi umatnya yang melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Maka itu, dalam mengusung kebaikan Islam, perlu diawali dengan gerakan Subuh berjamaah.

Kepada jamaah, Ridwan pun menceritakan kisah Anas bin Malik pada penaklukkan Kota Khurasan. Di mana sahabat Rasulullah SAW tersebut menangis saat pasukannya berhasil menaklukkan kota di subuh hari. Namun ia menangis bukan karena terharu.

Melainkan karena menunaikan shalat Subuh berjamaah saat menjelang matahari terbit. “Anas menangis saat tidak bisa shalat Subuh di awal waktu. Padahal itu untuk kepentingan jihad. Kita seharusnya juga menyesal kalau tidak menunaikan shalat Subuh,” kata Ridwan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement