REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK -- Human Right Watch (HRW) menyebut militer Myanmar berada di balik pembakaran desa permukiman muslim Rohingnya yang berada di Rakhine sejak tahun lalu. HRW juga menyerukan pemerintah Myanmar segera membuka akses bagi bantuan dan media menuju kawasan tersebut.
Sebagaimana dilansir dari Asociated Press, Rabu (14/12), HRW telah melakukan wawancara dengan sejumlah saksi mata. Wawancara tersebut mengungkap setidaknya ada 1.500 bangunan hancur di Rakhine sejak Oktober 2015 lalu. Bangunan-bangunan tersebut merupakan tempat tinggal muslim Rohingnya.
Direktur Asia Human Rights Watch, Brad Adams, mengatakan gambaran saksi mata sangat jelas merujuk kepada keterlibatan militer Myanmar dalam insiden itu. "Temuan baru ini membantah informasi dari militer Myanmar yang sebelumhya menyebut milisi Rohingnya membakar desa mereka sendiri," ujarnya dalam sebuah rilis pada Selasa (13/12).
Brad juga menyebut pembakaran kemungkinan dilakukan secara sistematis dan teragendakan. Pejabat militer Myanmar, kata dia, telah tertangkap citra satelit dan sudah waktunya mereka mengakuinya," ujarnya.
Brad juga menegaskan, kemungkinan milisi Rohingnya membakar 300 bangunan dalam sebulan sangat kecil terjadi. Hal ini karena, pasukan keamanan Myanmar selalu memantau kawasan tersebut.
Rakhine menjadi tempat kekerasan komunal oleh ekstremis Budha sejak 2012. Ratusan orang tewas dan puluhan ribu orang terpaksa meninggalkan rumah menuju berbagai kamp pengungsian di Thailand, Malaysia, dan Indonesia.