Minimarket Reform, Mulutmu Harimaumu: Dusta Memang tak Permanen!
Oleh: Erie Sudewo, Pendiri Dompet Duafa
====================
Saya amati, imbas salah tangani “mulutmu harimaumu” bak bola salju. Minimarket pun mulai ketar ketir. Sebelum ini minimarket cuma siasahi aturan. Kini musti hadapi reaksi masyarakat. Ganti nama, aturan ditekuk. Hadapi masyarakat? Justru “beda nama satu manajemen” itu laporan masyarakat. Tak percaya? Dusta memang tak permanen.
Reaksi 212 tak bisa dicegah. Aroma syahid sudah terasa. Getar takbir tertabuh, itu yang di 1945 gelorakan rakyat yakini “Merdeka atoe Mati”. Hati-hatinya andai tertunggangi, alih-alih positif malah anarkis. Di luar Allah SWT, siapa bisa jamin.
Sebagai pemantik, reaksi perlu. Usai reaksi butuh rencana. Amati apa isi minimarket? Semua produk turunan Unilever, Danone, Nestle, Wings dan Indo-Salim. Itu contoh produk. Nah sekadar ganti minimarket, cuma geser nama dan pemilik. Esensinya pasokan minimarket tetap saja. Apalagi pemain minimarket kini jadi produsen. Kartel?
Wuuuh... Saya ingin cermati dua hal. Ke-1 simak supply chain & logistics. Hal produksi tampak mudah. Begitu skala industri, bahan baku jadi soal menakutkan. Kualitas, kuantitas, dan kontinuitas masalah lain. Agar logistik aman, distribusi musti gandeng “keamanan hulu hilir”.
Sejumlah aturan membentang. Jadi ingat shohib di tambang. Pada majikan dia lapor: “Boss, ada aturan baru nih”.
“Saya tahu Indonesia banyak aturan. Tapi bisa diatur, kan!” Jawab majikan sambil menepuk-nepuknya. Jleeeb... merahlah wajahnya.
Aturan memang dibuat. Tapi koq tak risih masuk laci. Soal ritel modern sudah ada aturannya. SPBU pun begitu. Penggundulan hutan ala HPH jadi warisan problem akut. Sebagian kita pun beli rumah di atas lahan sawah. Weleeeh... pening!