Sabtu 07 Jan 2017 17:11 WIB

Indeks Kerukunan Umat Beragama 2016 Naik

 Peserta mengikuti gerak jalan kerukunan umat beragama di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, Ahad (6/11).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Peserta mengikuti gerak jalan kerukunan umat beragama di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, Ahad (6/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Litbang dan Diklat Kementerian Agama Abdurahman Mas'ud mengatakan, indeks kerukunan umat beragama (KUB) tahun 2016 adalah 75,47 persen. Hasil survei nasional ini naik 0,12 poin jika dibandingkan indeks KUB tahun 2015 sekaligus menunjukkan tingkat kerukunan umat beragama di Indonesia cukup tinggi.

Hal ini disampaikan Abdurahman Mas'ud saat mengisi Pengajian Bulanan Muhammadiyah di Menteng Raya 62 Jakarta yang mengangkat tema "Merawat Kerukunan Kehidupan Beragama". Menurut Masud, survei ini mengukur tiga indikator utama, yaitu: toleransi, kesetaraan, dan kerja sama. Selain itu, hasil survei juga menemukan hubungan positif antara keterlibatan tokoh agama dan organisasi keagamaan dengan kerukunan umat beragama.

"Kepercayaan umat beragama terhadap tokoh agama memiliki indeks yang tinggi sebesar 68,65 persen. Kepercayaan umat beragama terhadap orang dari suku berbeda 73,71 perse. Sedangkan kepercayaan umat beragama terhadap penganut agama lain sebesar 77,09 persen," ujarnya, kemarin.

Survei ini juga memotret bahwa indeks kerukunan responden yang aktif dalam organisasi sosial maupun keagamaan lebih tinggi dibandingkan yang tidak terlibat aktif. Mas'ud menilai, Indonesia patut bersyukur karena memiliki ormas Islam berpaham moderat seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.

Menurut dia, negara Islam sekalipun belum tentu mempunyai ormas Islam yang sangat mengakar dan dapat menyemai nilai Islam moderat dan santun. "NU dan Muhammadiyah telah membuktikan pengamalan Islam yang penuh kedamaian, Islam yang ramah, Islam yang senyum (smiling Islam),"katanya.

Selain indeks kerukunan, hasil kajian Balitbang Diklat Kemenag menyebutkan bahwa penyebab ketidakrukunan umat beragama dipengaruhi oleh faktor nonagama dan faktor agama. Faktor nonagama, di antaranya, karena adanya kesenjangan ekonomi, kepentingan politik, dan konflik sosial dan budaya.

Sedangkan faktor agama, misalnya, terkait polemik izin pendirian rumah ibadah, metode penyiaran agama, perkawinan antarpemeluk agama yang berbeda. Faktor agama lainnya yang ikut memengaruhi adalah penodaan agama, kegiatan kelompok sempalan, serta pengamalan agama yang tekstualis.

"Masyakat Indonesia beruntung, karena mempunyai faktor yang merukunkan. Salah satunya adalah kearifan lokal (local wisdom) yang hampir ada di berbagai daerah dan suku di Indonesia," katanya menegaskan.

Dalam kesempatan yang sama, Azyumardi Azra menilai bahwa sejak 20 tahun terakhir, ketidakrukunan di Indonesia terjadi lebih banyak karena faktor luar dan faktor nonagama. Senada dengan Abdurahman, Azra juga menilai Islam Indonesia adalah Islam yang lebih ramah, rileks, dan semua itu bukan berarti kurang Islami.


sumber : kemenag.go.id
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini

Tahu gak? kalau ada program resmi yang bisa bantu modal usaha.

1 of 8
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement