REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Buddhis garis keras menghentikan kegiatan keagamaan masyarakat Muslim di Yangon, Myanmar pada Ahad (8/2). Saksi dan penyelenggara kegiatan tersebut mengatakan, ketegangan Islamofobia semakin mendidih di tengah operasi militer berdarah di negara bagian Rakhine.
Puluhan orang dipimpin oleh biksu berbaris di Yangon, kota terbesar di Myanmar. Mereka menghalangi orang-orang Muslim merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW.
"Kami sudah merayakan festival ini sepanjang hidup saya, sekarang nampaknya ada serangan terhadap kebebasan beragama," kata Sekretaris Organisasi Ulama Islam, Kyaw Nyein kepada AFP, dilansir dari frontiermyanmar, Senin (9/1).
Ia mengungkapkan, para biksu berusaha menghentikan kegiatan keagamaan umat Islam tanpa mengatakan apa-apa. Mereka tidak menjelaskan kesalahan apa yang telah diperbuat Muslim sehingga harus melarang kegiatan Maulid Nabi. "Mengapa tidak ada aparat berwenang mengambil tindakan," ujarnya.
Saksi yang tidak ingin namanya disebutkan menceritakan, tiba-tiba para biksu menerobos ke acara yang dibuat masyarakat Muslim. Kemudian, mereka menuntut acara segera dihentikan. Polisi pun dipanggil, tapi tidak menghentikan kelompok garis keras tersebut.
Sementara, Wakil Presiden Komite Festival Pengorganisasian, Tin Maung Win mengatakan, Buddhis garis keras mencoba untuk membangkitkan pembangkangan politik terhadap pemerintah (Liga Nasional Demokrasi) NLD yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi.
Ia menerangkan, ekstremis tersebut didukung Partai Uni Solidaritas dan Pembangunan (USDP). USDP didukung militer. Mereka melihat pemerintah terpilih yang baru terlalu lunak kepada Muslim. "Kami mengadakan festival di sini selama tujuh tahun tanpa kekerasan apapun, tapi hari ini terjadi (kekerasan). Hal ini karena kepentingan politik," ujarnya.