REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI berharap pemerintah dapat mengambil langkah yang lebih efektif untuk menyelesaikan persoalan melonjaknya harga cabai. Hingga kini, DPR melihat langkah pemerintah untuk menurunkan harga cabai masih belum menampakan hasil.
Padahal harga cabai adalah salah satu kontributor utama dalam inflasi. Jika inflasi naik maka daya beli masyarakat tergerus. "Pemerintah harus menjaga daya beli masyakat, karena hal ini menyumbang lebih dari separuh PDB. Jika ini berlanjut, ujungnya target pertumbuhan bisa meleset,” ujar anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1).
Dia menyebut meski realisasi inflasi umum relatif rendah, namun inflasi pada barang-barang bergejolak masih sangat tinggi. Di satu sisi, pemerintah terlihat sukses menekan inflasi, sementara inflasi dari sisi harga barang-barang bergejolak masih cukup tinggi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa inflasi barang-barang bergejolak pada akhir 2016 mencapai mencapai 5,92 persen, inflasi umum 3,02 persen, inflasi inti 3,07 persen, dan inflasi barang-barang yang diatur pemerintah sebesar 0,21 persen. Sepanjang 2016, kontribusi cabai terhadap pembentukan inflasi mencapai 0,35 persen dan menjadi kontributor utama. Akhir-akhir ini ini harga cabai melambung tinggi hingga Rp160 ribu per kilogram. Bahkan, di beberapa pasar tradisional melebihi Rp 200 ribu per kg.
Ecky mengatakan inti persoalan komoditas cabai bukan hanya terkait dengan cuaca, yang sering disebut terkait dengan lonjakan harga. Justru, kata dia, yang mendasar adalah persoalan adalah tata niaga, mulai dari proses produksi, distribusi, pemasaran, hingga konsumsi akhir.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan persoalan di sisi produksi terlihat bagaimana pengaruh dari tengkulak yang menjadi penyuplai dana dan sarana produksi bagi petani di daerah. Pemerintah dinilai harus berani masuk lebih dalam ke bisnis prosesnya sehingga dapat memutus jaring-jaring tengkulak. Ditambah lagi, dia melihat kredit usaha rakyat (KUR) belum menyasar ke sektor pertanian secara efektif. Keterbatasan faktor-faktor produksi inilah yang membuat petani terpaksa terikat kepada tengkulak.
Selain itu, Ecky mengatakan jalur distribusi turut memengaruhi harga cabai. "Kondisi jalan yang rusak menyebabkan biaya angkut semakin tinggi. Keseluruhan biaya tersebut akan dibebankan kepada konsumen," ujarnya.