Ahad 29 Jan 2017 16:26 WIB

BPS Yakin Harga Cabai Rawit tak Dorong Inflasi Tinggi

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
 Pedagang sedang memilah cabai rawit merah di pasar tradisional. ilustrasi
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Pedagang sedang memilah cabai rawit merah di pasar tradisional. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingkat inflasi Januari 2017 diperkirakan bertahan di level moderat. Artinya, meski ada kebijakan penyesuaian tarif listrik di awal tahun ini, kenaikan tarif administrasi surat kenderaan bermotor, dan ditambah naiknya harga cabai, angka inflasi diyakini tak akan terkerek tinggi.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo menjelaskan bahwa kenaikan tarif di sisi administered prices atau harga yang diatur pemerintah seperti tarif listrik dan tarif STNK sudah melalui berbagai pertimbangan. Kenaikan tarif listrik untuk golongan pelanggan 900 Volt Ampere (VA) misalnya, kata Sasmito, diimbangi dengan penurunan tarif listrik untuk golongan 1.300 VA ke atas.

Sementara itu untuk penyesuaian tarif STNK, Sasmito menilai kenaikan yang terjadi tergolong kecil, tak sampai 4 persen dari total biaya STNK. Menurutnya, total sumbangan kenaikan tarif STNK terhadap inflasi hanya sekitar 0,02 persen. Di sisi lain kenaikan harga cabai rawit merah diyakini tak menyumbang inflasi secara signifikan.

"Kenaikan cabai rawit memang fenomenal. Namun bobotnya kalah dengan cabai merah dalam konsumsi umum masyarakat Indonesia," ujar Sasmito, Ahad (29/1).

Melihat pertimbangan tersebut, Sasmito memproyeksikan inflasi Januari 2017 bersifat moderat. Kenaikan harga sejumlah komoditas, termasuk kenaikan tarif listrik dan STNK diyakini tidak akan mengerek angka inflasi terlalu tinggi.

"Inflasi kecil akan datang, bukan saja dari cabai tapi mungkin dari beras karena faktor musim. Secara keseluruhan inflasi Januari nampaknya akan moderat," ujarnya.

Desember 2016 lalu, BPS mencatatkan inflasi sebesar 0,42 persen. Angka ini menggenapi angka inflasi tahun kalender sejak Januari hingga Desember sebesar 3,02 persen.

BPS menilai bahwa inflasi tahunan pada 2016 menjadi terendah sejak 2010. Inflasi 2016 (Januari-Desember) mencapai 3,02 persen. Dia mengatakan inflasi 2016 dapat dicapai rendah karena inflasi bulanan yang mampu dijaga. Hal tersebut akhirnya berpengaruh pada inflasi tahunan.

Sementara itu, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai bahwa kenaikan tarif listrik golongan 900 VA di awal tahun ini tetap menjadi penyumbang utama inflasi Januari 2017. Sedangkan perubahan biaya administrasi BPKB dan STNK juga diyakini akan mendorong inflasi meskipun bersifat marginal.

"Kenaikan inflasi januari juga diperkirakan didorong oleh volatile food inflation seiring kenaikan harga beberapa komoditas pangan seperti cabai," ujar Josua.

Namun secara keseluruhan, lanjutnya, dampak dari kenaikan inflasi harga yang diatur pemerintah serta kenaikan volatile food diperkirakan sekitar 0,7-0,9 persen secara bulan ke bulan (mtm) atau 3,3-3,5 untuk tahun ke tahun (yoy). Josua mengingatkan pemerintah menjaga ketersediaan pasokan pangan khususnya cabai agar inflasi tak melonjak tinggi. "Bisa dengan operasi pasar sehingga inflasi pangan tidak makin mendorong kenaikan inflasi yang didorong oleh kenaikan tarif listrik," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement