REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mantan ketua umum PP Muhammadiyah A Syafii Ma’arif mengatakan, sertifikasi ulama dan khatib tidak perlu.
"Saya rasa tidak perlu ya, saya tidak setuju. Kalau harus pakai sertifikasi penceramah saya rasa itu ada otoriter,’’ kata Buya Syafii (red- panggilan akrab A Syafii Ma’arif) kepada wartawan usai peletakan batu pertama Grha Suara Muhammadiyah di Jalan KHA Dahlan Yogyakarta, Kamis (9/2).
Karena jamaah itu macam-macam, maka ulama itu harus yang sejuk, cantik Islam berkemajuan, mengibarkan bendera persaudaraan. "Menurut saya wajah Islam Indonesia yang benar, wajah ayang moderat, yang santun, jangan yang beringas. Kalau 'Allahu Akbar' dengan teriak-teriak itu impor tidak benar,’’ ujarnya.
Menurut Buya Syafii, hal itu ini akibat dari sebuah dunia Islam yang sedang rapuh. Arab sudah hancur, ada ISIS, itu gerakan kebiadaban. "Dan, hal itu sampai ke Indonensia karena filter kita lemah sekali sehingga harus diperkuat," kata dia.
Menurut dia, orang yang rapuh yang selalu dalam keadaan kalah, tidak bisa berpikir jernih, maunya melawan tetapi tidak ada tenaga, ujungnya kekalahan dan tiarap. Suasana di Indonesia sekarang ini, kata Buya Syafii, ini masa transisi, akan berubah.
Pemerintah harusnya mengajak umat Islam ini terutama ormas yang besar untuk menenangkan keadaan. Jadi orang akan berpikir normal, jernih, dan tidak saling menghujat bersama.
Ia mengakui perlu adanya pengawasan masjid karena masjid-masjid untuk kegiatan politik dan itu tidak benar. "Yang melakukan pengawasan di masjid ya takmir masjid. Untuk itu takmir masjid harus yang cerdas, bertanggungjawab dan meningkatkan kualitas dan mengetahui peta Indonesia ini. Takmir jangan larut pula dengan huru-hara yang tidak karuan ini," kata dia.