REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) RI akan melakukan standardisasi kurikulum pesantren untuk memastikan terselenggaranya pendidikan yang bertanggung jawab dan terjaganya kualitas. Tapi, standarisasi kurikulum tersebut diminta untuk tidak mencampuri tradisi keilmuan pesantren.
Wakil Rektor Universitas Darussalam (Unida) Gontor, Hamid Fahmy Zarkasyi, mengatakan, pesantren sudah mempunyai kurikulumnya masing-masing. Kalau tujuan Kemenag membantu pesantren dengan tidak mencampuri kehidupan dan tradisi keilmuan pesantren, tidak masalah.
"Asal tidak ada pesanan kurikulum, pesanan mata pelajaran tertentu yang harus diterapkan, pesantren gak akan ada yang menerima," kata Hamid kepada Republika.co.id, Kamis (9/2).
Ia menerangkan, pesantren sudah mempunyai tradisi bertahun-tahun lamanya. Hingga saat ini tradisinya masih berjalan. Pesantren salafiah atau tradisional sudah punya aturan tentang kitab-kitab yang diajarkan kepada santrinya. Sekarang, pemerintah mau mengaturnya dengan cara bagaimana.
Dikatakan dia, kalau mau memberi tambahan kurikulum di pesantren, itupun harus dibicarakan terlebih dahulu. Apakah kurikulum yang akan ditambahkan sesuai dengan tradisi keilmuan di pesantren atau justru bertentangan. "Sekarang yang diinginkan pemerintah apa, ini masalahnya sensitif," ujarnya.
Jika standardisasi kurikulum pesantren untuk memastikan terselenggaranya pendidikan yang bertanggung jawab, dikatakan Hamid, memangnya selama ini pesantren tidak bertanggung jawab. Ia menegaskan, kalau bicara bertanggungjawab, pesantren lebih bertanggungjawab.
Pesantren mencari dana, membangun dan mengembangkan pelajaran selama bertahun-tahun secara mandiri. Intinya kalau Kemenag mendukung boleh-boleh saja, tapi tidak mencampuri kehidupan dan tradisi keilmuan yang ada di pesantren.
"Di pesantren salafiah sudah ada standar kitab-kitab yang diajarkan, kalau distandarisasi lagi, standarya apa," ujarnya. Ia menambahkan, di Pesantren Gontor sudah ada integrasi ilmu umum dan ilmu agama. Kalau mau distandarisasi, apa lagi yang mau distandarkan oleh pemerintah.
Hamid mengungkapkan, Kemenag induknya pesantren, artinya tanggungjawab pemerintah terhadap pesantren melalui Kemenag. Selama ini bantuan Kemenag kepada pesantren belum cukup signifikan.
Kalau Kemenag ingin membantu pesantren, pertama, bantu sarana dan prasarana pesantren agar lebih baik. Kedua, bantu pengadaan kitab-kitab. Ketiga, perlu ada beasiswa untuk para santri yang menonjol supaya nanti santri yang pintar dan serius jadi ulama.
Ia menyarankan, pemerintah juga harus memikirkan bagaimana kelanjutan pesantren dengan membantu pengembangan SDM, memberi beasiswa, mengirim santri berprestasi ke luar negeri. Sekarang banyak anak-anak yang pintar tapi tidak mampu.
Mereka perlu dukungan dari pemerintah. Pemerintah juga sebaiknya mencari kader-kader ulama dari pesantren yang akan dibantu. Urusan kurikulum pesantren pihak pesantren tahu dari orang pemerintahan di Kemenag.