REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendekiawan Muslim, Didin Hafiduddin, mengatakan betapa pentingnya Muslim menjadi sosok yang selalu memberi dalam kondisi sesulit apa pun. Hal ini bermakna bahwa si Muslim itu selalu berusaha sesuai dengan kemampuannya untuk menjadi orang yang bersedekah atau orang yang berinfak.
Rasulullah, kata dia, menyatakan bahwa tangan di atas (pemberi) itu jauh lebih baik dibandingkan dengan tangan di bawah (penerima). Dengan tekad ini, akan mendorong Muslim untuk menghindarkan diri dari sikap meminta dan menggantungkan diri pada orang lain. Ia selalu berusaha mengatasi ketiadaan dan ingin senantiasa memberi.
Terkait dengan hal ini, Rasulullah mengungkapkan semulia-mulianya orang mukmin adalah yang paling rajin bangun malamnya untuk beribadah. Dan, mukmin yang paling gagah adalah dia yang tidak mengandalkan hidupnya pada belas kasihan dari orang-orang lain yang ada di sekitarnya.
Berusaha memberi kepada orang lain, jelas Didin, merupakan pangkal utama kebahagiaan dan kemudahan. Sebaliknya, mereka yang terus-menerus bersandar pada orang lain, maka akan menuju pada sebuah kehinaan. Biasanya, hal ini disebabkan hilangnya rasa percaya diri dalam menghadapi hidup.
Adapun orang yang suka memberi dan bertakwa dan meyakini adanya pahala yang baik, akan Kami siapkan baginya kehidupan yang mudah,” demikian Surah al-Lail atau surah ke-92 ayat 5-7 yang dikutip oleh Didin dalam tulisannya Tangan di Atas” pada buku kumpulan tulisan berjudul Sederhana Itu Indah.
Maka itu, ia menyarankan meski dalam kondisi perekonomian yang berat, tetapi Muslim diharapkan tetap bersikukuh mempertahankan identitasnya sebagai sosok pemberi. Ringan tangan membantu orang-orang yang membutuhkan. Ia meyakinkan pula bahwa Allah SWT pasti akan memberi kelapangan rezeki.
Membantu kerabat
Selain itu, jika ada kerabat yang berada dalam kesulitan dan kemiskinan, saudara-saudaranya dituntut untuk memberikan bantuan berupa nafkah bagi mereka. Menurut Yusuf al-Qaradhawi, para ahli fikih mengemukakan ada dua syarat pokok atas wajibnya nafkah terhadap karib kerabat.
Pertama, orang yang miskin itu memang berhak mendapatkan nafkah dari kerabatnya. Bila dia berkecukupan dan memiliki harta serta usaha, tak ada kewajiban untuk memberinya nafkah. Sebab, nafkah yang diberikan itu diwajibkan sebagai bentuk bantuan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya, sedangkan syarat kedua, si pemberi tentunya adalah orang yang memiliki kelebihan.
Artinya, ia telah mampu mencukupi kebutuhannya sendiri dan keluarganya. Karena nafkah kepada kerabat bersifat sumbangan, nafkah yang diberikan itu adalah kelebihan dari nafkah pokok baik untuk istri maupun anak-anaknya.
Mulailah dari dirimu kemudian kepada mereka yang berada dalam tanggung jawabmu,” demikian pernyataan Rasulullah melalui hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi.