REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Program sertifikasi lahan oleh pemerintah sudah dilakukan sejak 1960-an lalu namun hingga saat ini jumlah lahan di Indonesia yang sudah tersertifikat atau memiliki pengakuan legal baru 40-an persen. Jumlah keseluruhan lahan sendiri mencapai 120 juta bidang tanah atau lahan.
"Sampai saat ini masih ada 55 persen bidang tanah belum tersertifikasi, atau sekitar 60 juta bidang tanah. Ini tugas negara," ujar Sekretaris Jenderal Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Muhammad Nur Marzuki saat memberikan kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Selasa (7/3).
Diakuinya belum selesainya sertifikasi semua lahan di Indonesia lebih karena ketidakmampuan negara dalam melakukan hal tersebut. Setiap tahun negara hanya menganggarkan dana untuk sertifikasi 1 juta lahan. Dengan jatah tersebut maka semua lahan di Indonesia baru akan tersertifikasi 60 tahun ke depan.
"Mulai tahun ini kebijakan pemerintah beda lagi. 2017 ini pemerintah menganggarkan dana untuk 5 juta lahan tersertifikasi. Ini penting unbtuk pengelolaan negara terhadap aset warganya," ujarnya.
Meski begitu kata Nur Marzuki, saat ini ketimpangan kepemilikan lahan di Indonesia sangat tinggi. Diakuinya berdasarkan data statistik kepemilihan lahan oleh petani di Indonesia rata-rata hanya 0,5 hektar saja. Ironisnya kata dia, 2 persen penduduk Indonesia bisa menguasai kepemilihan lahan sebanyaj 56 persen dari luas lahan yang ada. Sedangkan 44 persen luas lahan dimiliki 98 persen penduduk Indonesia.
"Ini ketimpangan yangh nyata, karena begitu mudahnya dulu pemilik modal menguasai lahan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi," katanya.
Tahun ini kata Marzuki, pihaknya memiliki prohgram penyelesaian sertifikasi lahan di 20 kabupaten/kota secara bersamaan. Ini dilakukan untuk mencegah adanya sengketa lahan sehingga dalam satu desa penyelesaian sertifikasi dilakukan bersamaan.