REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah hingga Februari 2017 mencapai Rp 3.589,12 triliun.
Keterangan pers tertulis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang diterima di Jakarta, Senin (20/3) menyebutkan porsi utang itu terdiri atas Surat Berharga Negara (SBN) Rp 2.848,80 triliun (79,5 persen) dan pinjaman Rp 735 triliun (20,5 persen).
Dibandingkan bulan sebelumnya, utang Pemerintah Pusat pada Februari 2017 secara neto meningkat Rp 39,95 triliun (1,13 persen), berasal dari kenaikan SBN neto Rp 33,09 triliun dan bertambahnya pinjaman Rp 6,86 triliun.
Penambahan utang neto pada 2017 sampai dengan Februari mencapai Rp122,16 triliun yang berasal dari kenaikan SBN sebesar Rp 114,97 triliun dan bertambahnya pinjaman sebesar Rp 7,19 triliun. Pembayaran kewajiban utang dalam Februari 2017 mencapai Rp 32,19 triliun, yang terdiri atas pembayaran pokok utang yang jatuh tempo senilai Rp 22,45 triliun dan pembayaran bunga utang sebesar Rp 9,74 triliun.
Indikator risiko utang pada Februari 2017 menunjukkan bahwa rasio utang dengan tingkat bunga mengambang (variable rate) tercatat sebesar 12 persen dari total utang. Sedangkan dalam hal risiko tingkat nilai tukar, rasio utang dalam mata uang asing terhadap total utang mencapai kisaran 42 persen.
Sementara itu, Average Time to Maturity (ATM) obligasi Pemerintah mencapai rata-rata sembilan tahun, dengan utang jatuh tempo dalam lima tahun sebesar 69,5 persen dari total outstanding.