REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendekiawan muda Yudi Latief mengatakan, gerakan radikalisme kini telah memasuki wilayah-wilayah tak bertuan, seperti perguruan tinggi umum. Menurut dia, kampus mulai menjadi tempat persemaian gerakan-gerakan Islam front nasional yang belum tentu sejalan dengan nilai-nilai Islam yang sudah lama di Indonesia.
Walaupun, gerakan ini masih sedikit namun harus tetap diwaspadai oleh dua organisasi besar Islam yang selama ini telah menjaga nilai-nilai Pancasila, yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Karena itu, menurut dia, NU dan Muhammadiyah perlu turun tangan sebagai organisasi yang mewakili kaum moderat dan telah berkontri banyak terhadap Indonesia.
"Jadi intinya NU dan Muhammadiyah ini lebih memperhatikan umatnyalah, mengurusi umatnya, mengayomi, artinya terutama di kalangan bawah yang terempas, terputus, yang memerlukan banyak sapaan, pertolongan," ujar Yudi di sela-sela acara Refleksi Kebangsaan 71 Tahun Muslimat NU di Hotel Crowne Plaza, Jakarta Selatan, Senin (27/3).
Menurut dia, jika kalangan bawah tidak diperhatikan maka mereka akan mudah pindah ke organisasi-organisasi radikal yang tak sejalan dengan ajaran Islam. "Kalau dia tidak disapa, tidak diperhatikan, itu mudah pindah ke lain hati itu," ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua MPR Zulkifli Hasan. Menurut dia, di sebuah negara yang bebas, sebenarnya adanya gerakan ekstrim kiri dan ekstrim kanan merupakan hal yang biasa. Namun, kata dia, gerakan tersebut harus terus diwaspadai dengan cara menanamkan nilai-nilai luhur seperti yang didiskusikan dalam acara Refleksi Kebangsaan Muslimat NU yang bertema Pancasila, Agama, dan Negara tersebut.
"Meskipun kecil (gerakan radikalisme) kita tetap waspadai. Karena di republik ini yang besar adalah NU dan Muhammadiyah yang moderat. Sebagian besar umat Islam itu moderat. Nah waspada itu lah perlu menanamkan nilai-nilai luhur kita seperti yang hari ini kita bahas," kata Zulkifli.