REPUBLIKA.CO.ID, IDLIB -- Sebanyak 35 warga sipil, termasuk sembilan anak-anak, tewas dalam serangan gas beracun di kota Khan Sheikhun, Provinsi Idlib, Suriah, Selasa (4/4) pagi. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia mengatakan, serangan pasukan pemerintah Suriah itu telah menyebabkan korban meninggal dunia karena sesak nafas.
Aktivis kemanusiaan dilaporkan telah mengidentifikasi bahwa gas kimia yang digunakan dalam serangan itu adalah Klorin. Klorin tidak diklasifikasikan sebagai senjata kimia.
Namun, seorang dokter asal Inggris, Shajul Islam, mengatakan gejala yang ditimbulkan dari senjata kimia itu mirip dengan gejala yang ditimbulkan dari gas sarin.
Pemerintah Suriah diduga sempat menggunakan bahan kimia gas sarin, namun penggunaannya dihentikan setelah adanya kesepakatan yang ditengahi oleh AS dan Rusia.
Serangan gas sarin pernah dilakukan pasukan Suriah di Ghouta, luar Damaskus, pada 2013. Serangan itu menewaskan ratusan warga sipil.
"Apakah Anda masih ragu bahwa Sarin sedang digunakan pada kita? Kami memiliki sampel. Akankah ada yang peduli? Siapa yang akan menghentikannya?" ujar Shajul Islam, dalam akun Twitter pribadinya.
Ia juga mengunggah foto tumpukan mayat korban serangan gas sarin pada 2013. Meski demikian, Observatorium belum dapat mengkonfirmasi substansi apa yang digunakan pasukan Suriah.
Seperti dilansir dari Middle East Eye, beberapa laporan terakhir lembaga hak sipil itu menunjukkan, pemerintah Suriah juga menggunakan senjata kimia di Aleppo dan di sejumlah wilayah di Idlib.
Baca juga, PBB Minta Negara Teluk Beri Lebih Banyak Bantuan untuk Suriah.