REPUBLIKA.CO.ID, TERNATE -- Bawaslu Provinsi Maluku Utara meminta semua pihak agar mengawasi isu terkait dengan mahar politik yang biasa digunakan untuk memuluskan bakal calon (Balon) mendapatkan rekomendasi dari partai politik (Parpol).
"Kami akan mengawasi praktik semacam itu, karena tak lama lagi pelaksanaan Pilkada Maluku Utara 2018," kata Ketua Bawaslu setempat, Sultan Alwan, di Ternate, Rabu (3/5).
Bawaslu Malut tidak akan menutup mata apabila ada Balon kepala daerah yang mengikuti Pilkada serentak kelompok ketiga terlibat mahar politik dengan Parpol pengusungnya. "Mahar politik memang haram dilakukan dalam Pilkada dan dilarangan meminta sejumlah uang kepada Balon yang ingin menggunakan partai sebagai perahu politiknya itu diatur dalam pasal 47 UU Pilkada No. 8 tahun 2015," ujar Sultan.
Oleh karena itu, KPU mempunyai kewenangan administratif yang didalamnya dapat membatalkan pencalonan seseorang yang terlibat pelanggaran. "Kalau terbukti Balon bisa dikenakan diskualifikasi, karena sebelum mengambil sikap tegas, maka KPU terlebih dahulu menunggu rekomendasi dari pengawas pemilu sebagai institusi yang dapat membuktikan temuan penggunaan uang tersebut," kata Sultan.
Hanya saja, prosesnya menunggu keputusan Pengadilan dengan semua prosesnya dilakukan Bawaslu yang memiliki kewenangan untuk hal tersebut. "KPU nantinya menerima rekomendasi Bawaslu. Tetapi itu perlu ada penyelesaian pembuktiannya di Pengadilan melalui keputusan yang memiliki berkekuatan hukum tetap," ujar Sultan.
Sehingga, untuk mengantisipasi hal tersebut, Bawaslu berharap kepada semua kalangan terutama yang konsisten dengan Pemilu agar bersama-sama memberantas adanya praktek mahar politik. "Bawaslu berharap peran semua kalangan untuk memberantas praktek mahar politik dengan tujuan memiliki pemimpin yang benar-benar bebas KKN," ujar Sultan.
Bawaslu RI telah berkomitmen untuk memberantas mahar politik dengan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri rekening seluruh Balon kepala daerah.