REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte menandatangani perintah eksekutif yang melarang merokok di tempat umum di negara terpadat kedua di Asia Tenggara itu. Dengan begitu Filipina akan memiliki undang-undang anti-tembakau terketat di kawasan Asia Tenggara.
Jika melanggar aturan tersebut maka akan mendapat hukuman maksimal empat bulan penjara dan denda 5.000 peso atau 100 dolar AS. Peraturan ini mencakup merokok di dalam dan di luar ruangan, demikian pernyataan dari juru bicara kepresidenan Ernesto Abella pada Kamis (18/5).
Larangan tersebut diadopsi dari peraturan yang Duterte terapkan saat menjadi wali kota Davao, kota kelahirannya, pada 2012. Duterte yang sebelumnya perokok berat telah berhenti setelah didiagnosis menderita penyakit Buerger, yang bisa menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah.
Duterte mengampanyekan kepresidenannya dengan menjanjikan bersikap keras terhadap penjahat, koruptor, pengedar dan pengguna obat terlarang. Dia juga menjanjikan mencabut kejahatan satu per satu, seperti merokok dan perjudian ilegal.
Sesuai surat perintah eksekutif tersebut, area merokok yang disiapkan tidak lebih besar dari 10 meter persegi. Area merokok ini akan disiapkan untuk orang dewasa saja, dan jaraknya harus setidaknya 10 meter dari pintu masuk atau keluar gedung. Pasukan anti-merokok yang dipimpin polisi juga akan dibentuk di berbagai kota.
Sementara Institut Tembakau Filipina yang mewakili kepentingan tembakau, tidak segera memberi komentar untuk surat eksekutif yang ditandatangani pada Selasa (16/5) waktu setempat itu. Filipina memiliki delapan perusahaan yang memproduksi rokok.
Menurut laporan dari Aliansi Pengawasan Tembakau Asia Tenggara pada 2014, ada sekitar 17 ribu perokok di Filipina, atau hampir sepertiga dari populasi orang dewasa. Hampir setengah dari semua pria Filipina dan sembilan persen perempuan merokok.
Para ahli menyebutkan kebiasaan tersebut menghabiskan biaya hampir empat miliar dolar AS untuk perawatan kesehatan dan produktivitas setiap tahunnya. Pemilik Marlboro Philip Morris International, yang diperkirakan memiliki lebih dari tujuh per 10 pasar Filipina melalui joint venture Fortune Tobacco, akan menjadi salah satu produsen internasional yang paling terkena dampaknya.
Pada 2015, Filipina menyumbang hampir satu dari setiap 13 batang rokok yang dijual Philip Morris secara global meskipun analisis memperkirakan nilainya hanya sekitar dua persen dari total keuntungan.