REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Toleransi antarumat beragama di Indonesia tidaklah semengkhawatirkan yang digembar-gemborkan di media sosial. Setidaknya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak merasakan ini saat mengunjungi Manado, daerah yang mayoritas beragama Kristen.
Dahnil mengaku diundang secara khusus untuk berdialog dengan beberapa aktivis Islam Sulawesi Utara di Manado. Dalam acara itu hadir Ketua GPII, Pemuda Muslimin, BKPRMI, Brigade Masjid, GP Ansor, dan Pemuda Muhammadiyah, HMI, KNPI, dan sejumlah elemen pemuda.
Ia mengatakan, agenda utamanya sebenarnya melantik Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Sulawesi Utara di Manado. "Namun karena mengetahui kehadiran saya di Manado beberapa aktivis organisasi kepemudaan dan ormas Islam mengundang saya untuk berdialog," kata Dahnil lewat pesannya kepada Republika.co.id, Kamis (18/5) malam.
Dahnil gembira karena dialog berlangsung dengan menggembirakan. Para elemen pemuda di Manado bisa memahami kondisi keumatan dan kebangsaan saat ini, terutama terkait dengan isu toleransi dan keberagaman. Dahnil mendapatkan penjelasan tentang isu Gerakan Minahasa Merdeka, yang diharapkan sejulah organisasi di Manado tidak menjadi penyulut terganggunya harmonisasi umat beragama, termasuk peristiwa yang menimpa Fahri Hamzah beberapa waktu lalu.
Setelah melantik Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Sulawesi Utara, Dahnil perwakilan dari organisasi Islam dan ormas Islam, Katolik, dan Kristen agar bersilahturahim dan berdiskusi dengan beberapa tokoh Kristen dan Katolik di Manado, Sulawesi Utara. Ditemani Ketua Pemuda Muhammadiyah Saudara Salman Saelangi, Ketua GPII, Ketua Brigade Masjid, Ketua BKPRMI, Pemuda Katolik dan banyak lagi, ia Berkunjung ke Kompleks Gereja Santa Theresia dan bertemu dengan Pastor Fred S Tawaluyan.
"Saya bersilaturrahim dan berdiskusi terbuka dengan Pastor Fred S Tawaluyan. Saya menyampaikan, bahwa saya ingin mendengarkan nasihat dari Pastor Fred S Tawaluyan terkait dengan suasana keumatan dan kebangsaan saat ini," kata dia.
Fred menyampaikan, saat ini toleransi penting dijaga. Menurut pastor tersebut, caranya persis seperti yang dilakukan oleh Dahnil dengan membangun silahturahim, saling mengunjungi dan berdialog dengan terbukadari hati ke hati dan jujur.
"Bukan yang penuh kepalsuan. Tidak simbolik saja seperti kalau natal teman-teman organisasi Islam menjaga gereja, kemudian Idul Fitri organisasi Kristen menjaga masjid dan lapangan, tapi yang paling penting adalah silahturahim pertemuan seperti ini," kata Dahnil menirukan pesan dari Pastor Fred.
Tawaluyan, kata Dahnil, berharap yang dilakukannya dapat dicontoh dan dilanjutkan oleh organisasi masyarakan dan kepemudaan Sulawesi Utara. Pastor Fred mengaku sudah melakukan ini melalui Badan Koordinasi Umat Beragama (BKSUB) Sulawesi Utara.
"Saya bersepakat dengan Pastor Fred S Tawaluyan. Saya sampaikan, toleransi bagi rakyat Indonesia sebenarnya sudah menjadi genetika. Bahkan, toleransi umat beragama di Indonesia sudah menjadi best practice bagi dunia. Namun, toleransi umat beragama yang sebenarnya baik-baik saja itu kemudian dirusak dengan narasi-narasi ketakutan, solah toleransi kita terancam, padahal di tingkat masyarakat baik-baik saja," kata Dahnil.
Ia mengatakan sumber masalahnya adalah elite-elite politik yang rajin memproduksi narasi-narasi ketakutan, seolah toleransi kita terancam. Jadi, kata Dahnil, praktik politik yang dilakukan oleh para elite politik Indonesia belakangan inilah sesungguhnya yang mendestruksi toleransi dan keberagaman Indonesia, Sedang di akar rumput baik-baik saja, dan merawat toleransi yang otentik.
Pernyataan ini, diamini oleh Pastor Fred S Tawaluyan dan mengajak umat tokoh-tokoh beragama dari Sulawesi Utara yang hadir dalam pertemuan itu ikut menjaga toleransi otentik yang dimaksud. Mereka diminta menangkal upaya produksi kekhawatiran berlebihan terkait dengan ancaman toleransi.