REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pew Research Center memperkirakan pada 2009, sebanyak 1,6 persen populasi Kamboja adalah Muslim atau sekitar 236 ribu orang. Selain Islam, Buddha berkembang di Kamboja hingga memiliki 14 juta umat.
Tidak seperti Cina yang membatasi aktivitas ibadah umat Islam, Kamboja kini justru menjamin kebebasan beribadah. Umat Islam di Kamboja hidup berdampingan dengan umat lain
Di Desa Croyamontrey, misalnya. Umat Muslim dan umat lain dapat hidup berdampingan dengan harmonis. Seorang residen Ouk Ros mengatakan, telah tinggal dengan warga Muslim sejak muda. Ketika ada pernikahan, mereka bergabung dalam pesta pernikahan.
Namun belakangan, dia khawatir dengan masuknya donasi dan pengaruh dari luar negeri yang mengalir ke Kamboja. Gelombang ini dikhawatirkan akan memunculkan benih-benih intoleran yang mulai berani menampakkan eksistensi mereka.
Menurut Duta Besar AS Joseph Mussomeli, pada 2008 lalu ada beberapa organisasi di Kamboja yang mengarah radikal dan tidak toleran. Organisasi ini berusaha mengubah wajah damai Muslim di Kamboja. Muslim Kamboja yang dikenal dengan etnis Champ merasa tidak perlu memisahkan diri dan tidak menginginkan tanah air yang terpecah.
Seorang penulis buku populasi Champ di Kamboja, Osman Ysa mengatakan, telah menganggap Kamboja sebagai negara mereka sendiri. Hingga saat ini, umat Islam di Kamboja juga nyatanya aktif dan berpartisipasi dalam politik nasional Kamboja tanpa terkecuali.
Ini karena kamboja memiliki sejarah yang unik dan Islam tetap hidup damai. Bahkan, dahulu Perdana Menteri Hun Sen membangun masjid besar dan menyediakan siaran radio gratis untuk program Muslim. Umat Islam pun mendapatkan posisi politik yang nyata di Kamboja. Sekitar 12 orang menjadi petinggi di partai politik. Sen memiliki penasihat sendiri untuk urusan Muslim.
Meskipun pada 2003 lalu, kepolisian menangkap warga Kamboja yang dicurigai berhubungan dengan Jamaah Islamiyah dan Alqaeda di Asia Selatan. Mereka merasa kekerasan yang dilakukan Alqaeda mengingatkan mereka tentang Khmer merah. Penampilan Alqaeda seperti Khmer Merah. Umat Islam kecewa dengan Alqaeda karena membunuh orang.
Kekhawatiran adanya campur tangan orang luar dalam urusan Islam di Kamboja terkait potensi radikalisme akan menyebar di negara tersebut. Apalagi setelah aliran dana masuk ke Kamboja, Pemerintah lebih ketat mengawasi organisasi nonpemerintah