Ahad 28 May 2017 21:13 WIB

Luhut: Pengelolaan Sampah di TPA Suwung Harus Segera Tuntas

Rep: Intan Pratiwi / Red: Maman Sudiaman
Luhut Binsar Panjaitan
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Luhut Binsar Panjaitan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut B Pandjaitan menegaskan, permasalahan mangkraknya proyek pengolahan sampah di TPA Suwung, harus segera dicarikan solusinya. Untuk itu dia menyarankan agar kalangan akademisi dalam hal ini para pakar dari Universitas Udayana Bali diikutsertakan sebagai tenaga teknis dan evaluator.

“Koordinasikan dengan Universitas Udayana saja. Pokoknya tanggal 13 kita harus tuntas, kalo saran saya yang perlu evaluasi itu Unud saja. Karena Unud juga bikin studi mengenai hal ini,” ujarnya melalui keterangan tertulisnya, Ahad (28/5).

Badan Pengelola Kebersihan Wilayah Sarbagita (BPKS) diberikan jatah pengelolaan lahan seluas 10 hektare dengan konsep Waste to Energy (WTE) dan sisanya seluas 22,4 hektare adalah bagian UPT (Unit Pengelolaan Sampah Terpadu). Sayangnya hingga kini proyek tersebut belum juga terealisasi.

Kepala BPKS, I Made Sudarma mengatakan Persoalan lainnya terkait dengan pengelolaan sampah di TPA Suwung adalah sistem  tipping fee yaitu keharusan membayar listrik dari sampah yang dihasilkan dan juga keterbatasan investor untuk membantu pendanaan. Sekalipun ada salah satu investor yaitu PT NOEI, ternyata juga gagal mengerjakan tugasnya dengan nihilnya sertifikasi CER (Carbon Emission Reduction).

“Setelah teregistrasi harus mendapatkan CER, nah CER selama proses itu perlu proses sertifikasi, dan itu yang gagal diraih oleh PT NOEI” ujar Made.

Kemudian, masalah lainya adalah perihal pembuatan Sanitary Land Fill (SLF) yang terintegrasi dengan proyek WTE di TPA Suwung. SLF adalah skema pengambilan gas metana dari sampah. Namun lagi-lagi ini hal ini terhambat oleh ketiadaan investor.

Luhut lantas menghimbau agar semua pihak dapat kompak dalam bekerja. Pihak BPKS yang menginginkan  beauty contest untuk menarik investor, disarankan Menko Luhut untuk beralih ke  limited tender guna meminimalisasi praduga negatif yang biasanya muncul saat proses tender.

“Kita ini kalo ga kompak ga akan selesai, pakai skema limited tender  karena dengan limited tender itu nanti tak akan bermacam-macam lagi, takutnya nanti kalau beauty contest masih ada bilang begini-begini,” ujar Luhut.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement