REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Semarak lentera tradisional menjadi ciri bahwa Ramadhan telah tiba di Mesir. Wadah pelita ini hampir ditemukan di setiap sudut kota dengan berbagai ukuran dan bentuk. Cahayanya temaram, namun indah gemerlap berwarna-warni di malam hari.
"Lentera tradisional buatan tangan tidak akan pernah kehilangan pamornya selama bulan Ramadhan di Mesir," kata salah satu perajin lentera, Hussein Sayyid di workshop-nya.
Lentera-lentera buatannya tergantung berjajar menunggu pembeli datang dan membawanya pulang. Workshop Sayyid adalah salah satu dari workshop lain di Al-Qalaa.
Tempat ini berarti benteng dalam bahasa Arab, merujuk pada lokasi benteng Salahuddin Al Ayyubi di jaman lampau. Tempat itu kini dipenuhi oleh lentera-lentara beragam, berbahan kaca maupun metal.
Dalam bahasa Arab, lentera disebut fanoos dan Sayyid telah menggelutinya sejak berusia empat tahun. Usaha tersebut diperolehnya dari sang ayah dan kakek. Sang kakak, Ali yang mengajarinya setelah terlebih dahulu diajari ayah mereka.
"Barangkali pembuat lentera akan menurun jumlahnya, karena ini usaha turun temurun dan tidak banyak orang baru mau mempelajarinya," kata Sayyid pada Xinhua. Pria 42 tahun itu berkeliling menunjukkan workshop-nya yang tidak bisa dibilang gemerlap.
Di balik lentera-lentera buatannya yang indah, ada workshop yang berantakan, panas, dengan dinding yang lapuk. Sudah tidak jelas lagi interior ruangan itu karena hampir setiap hari memanggang dan meracik lentera.
Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan fanoos adalah pelat kaca, pelat timah, timah juga alat pengelasan. Putra putrinya kadang memeriahkan ruangan juga untuk membantunya.
Tidak peduli seberapa berantakan, lebih banyak pelanggan tetap lebih suka datang ke workshop langsung. "Pelanggan setia datang setiap tahun untuk beli, ada juga pemilik toko yang membeli dalam jumlah banyak untuk dijual kembali," kata Sayyid.
Dari banyaknya permintaan, ia yakin fanoos masih sangat populer. Meski banyak pula lentera-lentera impor yang dijual di pasaran. Lampu-lampu khas ini biasanya dipasang di depan pintu, depan rumah atau tempat-tempat umum.
Banyak pelanggannya datang untuk memesan ukuran dan tipe khusus untuk dipajang di hotel, restoran atau tempat lainnya. Meski peminatnya banyak, pasar fanoos bukan tidak memiliki masalah.
Beberapa tahun terakhir Mesir dilanda resesi ekonomi karena gejolak politik dan isu-isu keamanan. Ini menyebabkan hampir semua harga komoditas naik drastis.
Pemerintah terpaksa mengadopsi rencana reformasi ketat, mengambil langkah penghematan, pelepasan mata uang lokal dan pengurangan subsidi energi. Langkah reformasi ini diambil setelah International Monetary Fund (IMF) menggelontorkan dana 12 miliar dolar AS untuk membantu resesi. Penukaran mata uang pun naik dari delapan jadi 18 pound per satu dolar.
Inflasi tidak bisa dihindari sehingga harga barang-barang melonjak. Hal ini juga berpengaruh pada pasar fanoos. "Sekarang harganya dua kali lipat, biasanya tiga fanoos dihargai 60 pound, sekarang jadi 150 pound," kata Sayyid.