REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bidang Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyambut baik Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial. Fatwa MUI tersebut dinilai penting karena bisa berfungsi sebagai panduan bermedia sosial.
"Fatwa MUI itu bagus, memberi panduan kepada masyarakat Islam supaya berhati-hati membuat perkataan dalam bentuk lisan dan tulisan," kata Ketua PP Muhammadiyah Bidang Pustaka dan Informasi, Prof Dadang Kahmad kepada Republika, Senin (5/6).
Ia menerangkan, di dalam Alquran dan hadis juga umat manusia diperingatkan agar berhati-hati saat berbicara. Di dalam Surat An Nur ayat 11-20 jelas melarang manusia berbuat dusta dan menyebarkannya. Barang siapa melakukan dusta dan menyebarkannya mendapatkan ancaman dari Allah SWT.
Ia mengungkapkan, Bidang Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah juga setuju MUI mengeluarkan fatwa untuk pedoman umat bermedia sosial. Fatwa MUI tersebut melarang orang melakukan fitnah, ghibah, namimah, menyebarkan permusuhan, menyebarkan materi pornografi dan mengharamkan hoax.
"Umat Islam harus menyambut Fatwa MUI ini dengan baik, karena menurut saya penting, Muhammadiyah juga sedang menyusun Fikih Informasi," ujarnya.
Dijelaskannya, tujuan Fikih Informasi juga sama, memberi panduan kepada umat. Sebagai pengingat umat saat bermedia sosial. Menurutnya, memang saat ini Alquran saja diabaikan oleh orang-orang, mungkin Fatwa MUI juga akan mengalami hal serupa.
Tetapi, mungkin dari sekian ratus juta masyarakat Muslim ada yang tersadarkan dengan Fatwa MUI tersebut. Masih banyak orang-orang yang mendengarkan dan mematuhi Fatwa MUI. Fatwa MUI yang mengacu pada Alquran dan hadis bisa memberikan wibawa kepada masyarakat umum.
Minimal Fatwa MUI tersebut bisa membuat masyarakat lebih berhati-hati saat bermedia sosial. "Lebih baik ada panduannya daripada tidak ada sama sekali," ujarnya.