REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-el). "Masih diminta sebagai saksi untuk Andi Narogong," kata Ganjar, saat tiba di gedung KPK, Jakarta, Selasa (4/7).
Ganjar pun mengaku, tidak mengenal pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong yang sudah menjadi tersangka kasus KTP-el tersebut. "Enggak, sudah saya jelasin kok," kata Ganjar lagi.
Dia menyatakan, pemeriksaan terhadap dirinya terkait jabatannya saat itu sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR RI. "Ya pernah menjadi pimpinan Komisi II, jadi ngasih penjelasan," ujar Ganjar.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Ganjar yang saat itu sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan menerima 520 ribu dolar AS terkait proyek KTP-el sebesar Rp 5,95 triliun.
Selain memeriksa Ganjar, KPK juga memeriksa Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey sebagai saksi untuk tersangka Andi Narogong dalam kasus yang sama. Olly saat tiba di gedung KPK, Jakarta, Selasa, tidak banyak memberikan komentar terkait pemeriksaannya hari ini untuk tersangka Andi Narogong. "Mana saya tahu," kata Olly.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Olly Dondokambey saat itu sebagai Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI menerima 1,2 juta dolar AS terkait proyek KTP-el sebesar Rp 5,95 triliun ini.
Sebelumnya, KPK pada Senin (3/7) telah memeriksa Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat itu menjabat Wakil Ketua Banggar dari Fraksi PDI Perjuangan.
Terkait pemeriksaan terhadap Yasonna, KPK tengah mendalami proses awal pembahasan anggaran pengadaan KTP-el. "Untuk saksi Yasonna tadi datang pada pemeriksaan, dan kami lakukan pendalaman tentu saja materi-materi terkait dengan proses awal pembahasan anggaran misalnya terkait dengan kasus KTP-el," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin (3/7).
Lebih lanjut, Febri menyatakan, KPK juga mendalami beberapa hal kepada Yasonna dalam kasus KTP-el itu, seperti beberapa informasi indikasi adanya aliran dana pada sejumlah pihak.
"Itu juga menjadi satu hal yang kami konfirmasi lebih jauh, beberapa informasi ini sebenarnya sudah juga dimunculkan dalam fakta persidangan kasus KTP-el," kata Febri.
Terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman, dan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto. Irman sudah dituntut 7 tahun penjara, sedangkan Sugiharto dituntut 5 tahun penjara.
KPK juga telah menetapkan pengusaha Andi Agustinus, mantan anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, dan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari sebagai tersangka dalam perkara tersebut.
Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan Miryam S Haryani disangkakan melanggar pasal 22 juncto pasal 35 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Markus Nari disangkakan melanggar pasal 21 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.