REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan pariwisata halal terus menggeliat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini tidak terlepas dari meningkatnya kemampuan daya beli Muslim. Bahkan, ada sedikit pergeseran dalam industri halal. Jika sebelumnya hanya berkutat di industri makanan dan minuman, serta keuangan, industri halal saat ini sudah masuk ke dalam sektor gaya hidup, termasuk pariwisata halal.
Menurut Ketua Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal Kementerian Pariwisata, Riyanto Sofyan, saat ini kekuatan ekonomi Muslim secara global sudah cukup besar, mencapai 8 triliun dolar as, atau berada di posisi ketiga dunia. Selain itu, wisatawan Muslim dunia pun mencapai sekitar 117 juta orang, angka ini pun belum termasuk untuk perjalanan Umrah dan Haji.
Dengan disposable income mencapai 4,8 miliar dolar as, wisatawan muslim pun dianggap memiliki peluang yang cukup besar. ''Wisatawan muslim itu sudah bukan lagi menjadi ceruk pasar, tapi sudah menjadi mainstream market atau pasar utama,'' kata Riyanto saat ditemui Republika di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (11/7).
Riyanto pun mengingatkan, pelaku industri pariwisata di Indonesia jangan hanya menjadi pasar, tapi juga ikut memanfaatkan peluang besar ini. Sehingga bisa bersaing dengan pelaku-pelaku industri pariwisata, terutama pariwisata halal, dari luar negeri. Salah satu upaya untuk bisa bersaing adalah dengan meningkatkan profesionalisme, termasuk profesionalisme seorang tour leader