REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan adanya dominasi usaha pada rantai distribusi beras di tingkatan pengusaha penggilingan beras terkait dugaan monopoli oleh beberapa perusahaan. "Dominasi ini ada di tengah, khususnya di level pedagang besar dan penggilingan yang terkonsentrasi hanya ke beberapa pedagang besar saja," kata Ketua KPPU Syarkawi Rauf di Kantor KPPU, Jakarta Pusat, Selasa (25/7).
Menurut dia, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan dari Kementerian Pertanian, harga beras tingkat petani Rp 7.300 per kg dijual kepada end user Rp 10.500. Harga tersebut merupakan rata-rata nasional.
Belum lagi pada level perusahaan, ada yang menjual di harga Rp 20.400 dan Rp 20.300, namun ada yang di tengah juga, yaitu Rp 13.500 per kg.
Karena hal tersebut, KPPU akan mendalami lebih lanjut untuk meneliti penyalahgunaan posisi tingkatan di rantai distribusi beras. Selanjutnya juga akan menindaklanjuti temuan praktik kecurangan dalam pengaturan biaya produksi beras.
Menurut Syarkawi, rantai distribusi beras masih sangat panjang, dari mulai hulu kepada hilir. Urutannya adalah dari mulai petani kepada pengepul menuju ke penggilingan, dijual lagi ke pedagang besar, dari situ menuju ke agen retailer barulah sampai ke konsumen akhir.
"Apabila setiap rantai memiliki margin, maka hingga sampai ke end user margin tersebut akan semakin besar, itulah yang membuat harga menjadi mahal," kata dia.
Terkait dengan temuan dugaan monopoli dari PT Indo Beras Unggul (PT IBU), Syarkawi belum bisa berkomentar banyak sebab masih menunggu hasil penyelidikan dari pihak kepolisian.
Sebelumnya, Jajaran penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menggerebek gudang beras PT Indo Beras Unggul (PT IBU) di Jalan Rengas Km 60 Karangsambung, Kedungwaringin, Bekasi, Jawa Barat pada Kamis (20/7) malam.
"Berdasarkan hasil penyidikan diperoleh fakta bahwa perusahaan ini membeli gabah di tingkat petani dengan harga Rp4.900," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya.
Menurutnya, tindakan pihak PT IBU yang menetapkan harga pembelian gabah di tingkat petani yang jauh di atas harga pemerintah dapat berakibat pelaku usaha lain tidak bisa bersaing. "Ini berdampak pada kerugian pelaku usaha lain," katanya.
Selain itu, PT IBU akan memperoleh mayoritas gabah dibandingkan dengan pelaku usaha lain karena petani akan lebih memilih menjual gabahnya ke PT IBU. "Tindakan yang dilakukan oleh PT IBU dapat dikategorikan sebagai perbuatan curang karena merugikan pelaku usaha lain," katanya.
Agung mengatakan, gabah yang diperoleh PT IBU kemudian diproses menjadi beras dan dikemas dengan merek MAKNYUSS dan CAP AYAM JAGO untuk dipasarkan di pasar modern dengan harga Rp 13.700 per kg dan Rp 20.400 per kg.
"Harga penjualan beras produk PT IBU di tingkat konsumen juga jauh di atas harga yang ditetapkan pemerintah yaitu sebesar Rp 9.500 per kg," katanya.
Ia menuturkan, para pelaku usaha pangan harus mengikuti harga acuan bahan pangan yang diatur pemerintah yakni Permendag 47 tahun 2017 yang ditetapkan tanggal 18 Juli 2017 yang merupakan Revisi Permendag 27 tahun 2017.
Sementara pihaknya menduga mutu dan komposisi beras MAKNYUSS dan CAP AYAM JAGO yang diproduksi PT IBU tidak sesuai dengan apa yang tercantum pada label.