REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Permintaan tepung terigu di Sumatra Barat tetap stabil dalam satu tahun belakangan. Konsumsi terigu di Sumatra Barat, khususnya Padang, tidak terimbas oleh penurunan daya beli di level nasional.
Kepala Operasional Bogasari Depo Sumbar Aldin Nirwansyah menyebutkan, konsumsi terigu di Ranah Minang cenderung stabil lantaran nyaris separuh kuliner Minang menggunakan bahan dasar tepung terigu, terutama olahan mie kering dan kue. Bahkan, permintaan terigu selama musim Lebaran tahun ini meningkat 7-14 persen dibanding Lebaran tahun lalu.
"Terigu nggak terganggu daya beli. Karena masyarakat Sumbar makan lontong pakai mie. Nasi goreng pakai mie," ujar Aldin saat dihubungi, Selasa (1/8).
Aldin menjelaskan, fluktuasi permintaan atas tepung terigu justru bukan disebabkan oleh daya beli masyarakat, melainkan faktor eksternal seperti cuaca, bencana alam, dan pola konsumsi musiman yang terpengaruh Lebaran atau tahun ajaran baru murid sekolah.
Faktor cuaca jauh lebih berpengaruh terhadap konsumsi terigu di Sumbar lantaran sebagian besar produsen mie kering di Sumbar memanfaatkan metode pengeringan dengan matahari langsung. Produsen mie di Sumbar masih ogah menggunakan mesin pengering otomatis seperti oven lantaran adanya perbedaan kualitas dibanding bila mengeringkan dengan cara dijemur.
"Kedua, lebih ke faktor alam, seperti kejadian kemarin bencana di Lima Puluh Kota sangat terhambat. Distribusi dan UKM ga bisa jual kan," ujar Aldin.
Sementara itu, momen Lebaran dan tahun ajaran baru juga memberikan pengaruh terhadap tinggi rendahnya permintaan terigu. Saat musim masuk sekolah misalnya, orang tua cenderung mengatur skala prioritas untuk konsumsi makanan harian. Banyak keluarga yang kembali kepada makanan pokok berupa nasi dan lauk dengan mengurangi jatah makanan berbahan terigu.
Sebagai informasi, tingkat konsumsi tepung terigu di Kota Padang ternyata cukup tinggi. Dari total konsumsi bulanan di Sumatra Barat sebesar 4.500 metrik ton terigu per bulan, 50 persennya dikonsumsi oleh masyarakat Padang. Manajer SME and BBC Development Bogasari Beatrix Soedibyo menyebutkan, pertumbuhan konsumsi terigu di Sumatra Barat rata-rata mencapai 6 persen setiap tahunnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengakui ada penurunan daya beli di masyarakat. Namun, menurutnya, penurunan tersebut tidak signifikan.
Mendag menjelaskan, jika mengacu pada data asosiasi pengusaha ritel Indonesia (Aprindo), pertumbuhan ritel memang turun sejak awal tahun. Namun, data Aprindo itu hanya data penjualan di toko fisik, belum termasuk penjualan online.
Meski belum memiliki angka riil penjualan ritel online, tetapi Enggar menyebut ada kecenderungan peningkatan penjualan online.
Selain itu, Mendag memandang turunnya daya beli juga diakibatkan oleh perubahan pola belanja di masyarakat. Menurutnya, saat ini masyarakat sudah lebih cerdas dalam mengalokasikan dana belanjanya. Kendati ada perubahan pola belanja, ia meyakini masyarakat tidak mengurangi konsumsinya untuk bahan pangan pokok.
Ia mengaku tak akan memaksa masyarakat untuk menambah konsumsi. Sebab, bagi Enggar, masyarakat juga perlu didorong untuk menyisihkan dana mereka untuk ditabung.