REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Departemen Sport Intelligence Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Pusat, Fary Djemi Francis menyayangkan kericuhan dalam pesta sepakbola Nusa Tenggara Timur, pada Rabu (9/8) malam WIB. Partai final Liga III Eltari Memorial Cup (ETMC) 2017 antara Perse Ende menghadapi PSN Ngada terhenti pada menit ke-59 lantaran situasi di stadion Marilonga, Ende, tidak kondusif.
"Ratusan suporter memenuhi lapangan dan suasana menjadi sulit dikendalikan. Ketidaksiapan panitia dalan rentang koordinasi Asprov NTT patut disesalkan," kata Fary lewat pesan singkat kepada Republika.co.id pada Kamis (10/8).
Ia memaparkan beberapa kekeliruan teknis penyelenggara, antara lain penonton dibiarkan masuk melebihi kapasitas daya tampung stadion. Ia melihat para penikmat bola di Marilonga menyaksikan pertandingan sampai di bibir lapangan tanpa pagar pembatas. Menurut Fary, hal tersebut membahayakan pemain.
"Situasi menjadi tak terkendali. Wasit kesulitan mengatur jalannya pertandingan. Bahkan untuk tendangan pojok, aparat keamanan mesti meminggirkan para penonton yang duduk langsung di garis lapangan," ujar tokoh yang juga pimpinan Komisi V DPR RI ini.
Fary mempertanyakan level kompetisi yang disebut telah berada pada standar Liga III Indonesia. Ia juga mengkritik persiapan panitia pelaksana ETMC 2017. Politisi Gerindra ini berpendapat ada opsi alternatif yang bisa dilakukan Panlak guna memenuhi animo masa.
"Penonton yang membludak itu bisa menyaksikan pertandingan di luar stadion dengan memasang beberapa titik layar lebar. Lalu, mengapa panitia mesti menjual tiket dalam jumlah yang melebihi kapasitas daya tampung stadion?" ujarnya mempertanyakan.
Fary menegaskan, sebelumnya PSSI Pusat sudah mengantisipasi hal ini dengan mengirim tim supervisi. Tujuannya agar bisa melihat dan memberikan masukan ke panitia sesuai standar induk sepakbola nasional tersebut. "Termasuk mengantisipasi membludaknya suporter. Niat baik ini malah tidak di renspon Asprov PSSI NTT dengan menyatakan masih bisa mengatasi berbagai kendala tanpa tim dari pusat," tuturnya.
Sekali lagi ia menyayangkan event yang awalnya mendapat dukungan dan pencitraan positif berakhir demikian. Menurit Fary, komisi disiplin PSSI harus menginvetigasi persoalan ini, dan memberi sanksi bagi para pelanggar. "Sepak bola persaudaraan jadi terbengkelai karena tata kelola panitia dan Asprov PSSI NTT yang kurang profesional," ujarnya.
Fary menerangkan apa yang terjadi pada laga final ETMC, cerminan sikap penggiat bola NTT. Menurutnya sebagian pihak antusias ingin membangun olahraga tersebut di daerah, namun ada pula yang menolak bertukar pikiran. "Niat baik untuk antisipasi dianggap intervensi. Ketika sebagian berkarya, beberapa mencibir. Ketika sebagian bekerja, beberapa memprovokasi. Sulit untuk keluar dari mental tak ingin maju. Berbenah! Mungkin inilah jalan kita. Berbenah. Termasuk mendisiplinkan yang belum disiplin itu," ujar alumnus Insttitut Pertanian Bogor ini.
Frederikus Bata