REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan kini masih mengkaji mekanisme pengenaan pajak bagi perusahaan startup atau e-commerce. Ditargetkan aturan tersebut akan selesai akhir bulan ini atau paling lambat akhir 2017.
Menanggapi hal itu, Co-Founder perusahaan e-commerce Online to Offline (O2O) PT Kioson Komersial Indonesia Tbk Jasin Halim mengatakan, tidak masalah dan tidak berpengaruh pada bisnis Kioson. "Buat kita nggak masalah karena kita melakukan transaksi ini," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis, (7/9).
Menurut Jasin, pajak e-commerce lebih memengaruhi toko-toko online. "Jadi buat kita tidak terpengaruh sama sekali," tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Pelayanan dan Penyuluhan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menjelaskan, aturan tersebut akan menganut prinsip kesetaraan yang diberlakukan bagi toko konvensional sama dengan toko online. Maka, ia menambahkan, tidak ada jenis pajak baru yang akan dikenakan dalam aturan pajak e-commerce.
Pelaku e-commerce, kata dia, hanya bakal dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Sementara itu, pungutan pajak akan dikenakan bagi e-commerce yang berpenghasilan di atas Rp 4,8 miliar per tahun, sedangkan untuk e-commerce berpenghasilan di bawah angka itu, akan dimasukkan dalam kategori Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).