Senin 11 Sep 2017 20:40 WIB

Irak Tahan 1.400 Warga Asing Keluarga Anggota ISIS

Para militan ISIS (ilustrasi).
Foto: AP
Para militan ISIS (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MOSUL -- Petugas Irak menahan 1.400 warga asing, yang menjadi istri dan anak anggota kelompok bersenjata ISIS, seusai pasukan pemerintah membebaskan kota Mosul, kata sejumlah sumber.

Sebagian besar dari mereka berasal dari Rusia, Turki dan Asia Tengah, namun beberapa berasal dari negara Eropa, kata sejumlah pejabat setempat. Mereka ditahan di tempat penampungan kawasan selatan kota Mosul sejak 30 Agustus.

Petugas intelejen Irak mengatakan bahwa mereka menjalani pembuktian kewarganegaraan dengan negara asal mereka, mengingat banyak perempuan di antara mereka tidak lagi memiliki paspor.

Pejabat keamanan lain mengaku berupaya menampung anak-anak dan perempuan itu di tempat aman, saat perundingan dengan kedutaan negara asal mereka untuk keperluan pemulangan berlangsung. Mereka belum boleh keluar dari tempat penampungan.

Sejumlah wartawan Reuters mengaku menyaksikan banyak anak dan perempuan duduk di alas di bawah tenda-tenda. Mereka pada umumnya berbicara dalam bahasa Turki, Prancis, dan Rusia. "Saya ingin kembali ke Prancis. Tapi saya tidak tahu bagaimana," kata seorang perempuan keturunan Checnya yang mengaku tinggal di Paris sebelum berangkat ke Irak.

Dia mengaku tidak tahu apa yang terjadi pada suaminya, yang membawanya ke Irak saat bergabung dengan ISIS. Para anggota keluarga ISIS itu sebagian besar menyerahkan diri pada kelompok Peshmerga di dekat kota Tal Afar, bersama dengan suaminya. Peshmerga menyerahkan perempuan dan anak-anak kepada pasukan Irak, namun tetap menahan para pria dewasa.

Pasukan Irak membebaskan Tal Afar, kota didominasi suku Turk, pada bulan lalu. Sebagian besar dari 200 ribu penduduk kota itu sudah melarikan diri setelah dikuasai oleh ISIS.

Sementara itu, relawan kemanusiaan kini khawatir akan keterkaitan kemunculan ketegangan warga Irak, yang kehilangan rumah dan kini tinggal di tempat penampungan, dengan pendatang baru keluarga anggota IS.

Warga Irak itu ingin membalas dendam terhadap perlakuan kejam yang mereka terima oleh IS yang menguasai Mosul pada 2014 lalu. "Keluarga anggota IS itu dipisah demi keamanan mereka," kata seorang pejabat intelejen Irak.

Lembaga Norwegian Refugee Council (NRC), yang kini mengurus 541 anak dan perempuan, mengatakan bahwa Irak "harus bertindak cepat untuk memperjelas masa depan mereka". "Sebagaimana mereka yang mengungsi dari konflik, sudah merupakan kewajiban untuk memberikan perlindungan dan bantuan bagi mereka," kata NCR dalam pernyataan tertulis.

Pejabat dari beberapa negara asal keluarga ISIS sendiri khawatir akan kembalinya mereka, dan bahkan lebih memilih warga negara mereka yang berhubungan dengan ISIS untuk diadili di Irak. "Panduan umumnya, mereka yang sudah dewasa harus menjalani pengadilan di Irak," kata seorang sumber diplomatik Prancis kepada Reuters pada bulan lalu. "Sementara itu, anak-anak bisa kembali ke Prancis," kata dia.

sumber : Antara/Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement