Oleh Bambang Noroyono
Wartawan Republika
Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI), harus mengakui kegagalan prestasi tahun ini. Semua level skuat timnas Garuda, terbukti kandas di gelanggang Asia Tenggara. Apa yang paling patut dibenahi?
Ketua Umum PSSI, Letnan Jenderal (Letjen) Edy Rahmayadi pernah mengatakan, evaluasi besar akan dia lakukan. Kata dia, paling penting penanaman watak pesepakbola kepada para pemain, agar lebih punya mental menjadi tim yang juara. Aspek jiwa tersebut, kata dia, yang paling perlu.
Sebab, bagi perwira bintang tiga itu, kegagalan para penggawa Garuda, bukan lantaran kualitas permainan. Tapi, karena persoalan yang nonteknis. “Ini adalah salah karakter kita yang harus dibenahi,” kata Edy, pekan lalu.
Edy saat itu mencontohkan kegagalan timnas U-23 di SEA Games 2017. Skuat asuhan pelatih Luis Milla Aspas tersebut, gagal membayar puasa medali emas selama 26 tahun. Di gelaran pesta ragam olahraga terbesar di Asia Tenggara tersebut, skuat Merah Putih cuma mampu meraih medali perunggu, setelah takluk 0-1 dari Malaysia di babak semifinal.
Raihan tersebut, memang lebih baik dari SEA Games 2015. Tetapi, PSSI sebetulnya menargetkan medali emas, prestasi tertinggi yang pernah diraih Indonesia pada SEA Games 1991 silam. PSSI, lewat Wakil Ketua Umum I Djoko Driyono, meminta maaf atas kegagalan target medali emas tersebut.
Kegagalan timnas U-23 di SEA Games Malaysia, Agustus lalu itu, bukan hasil buruk yang pertama. Sebelum terbang ke Kuala Lumpur, Hansamu Yama Pranata dan kawan-kawan, juga kandas saat ikut serta kualifikasi Piala Asia U-22 2018 di Bangkok, Thailand, pada Juli lalu.
Usai U-23 kandas di gelaran SEA Games, timnas U-19 diharapkan mampu menambal kegagalan. Yaitu dengan harapan membawa pulang kembali Piala AFF U-18 2017. Gelar juara turnamen sepak bola terbesar di Asia Tenggara itu, pernah diraih pada Piala AFF 2013 lalu.
Akan tetapi, usaha skuat pelatih Indra Sjafri membayar kecewa atas prestasi U-23 di SEA Games, juga gagal. Egy Maulana Vikry pun punya nasib serupa. Cuma mampu meraih peringkat ketiga. Timnas U-19, kandas 2-3 dari Thailand lewat adu penalti pada babak semifinal.
Padahal, kalau menengok berjibaku U-19 sepanjang Piala AFF, boleh dibilang tak buruk amat. Malah lebih baik ketimbang U-23 saat SEA Games lalu. U-23 dari enam pertandingan cuma mengemas tujuh gol dengan dua kali kebobolan. U-19, skuat paling produktif, dengan jumlah 26 gol, dan lima kali kebobolan. Egy, pun didaulat sebagai pemain tersubur, dengan jumlah delapan gol.
Pelatih Indra, pada Ahad (17/9), mengaku puas. Meski timnya gagal juara, tetapi peringkat ketiga sudah mumpuni. Apalagi, skuatnya didapuk sebagai tim dengan catatan gol paling banyak.
Dia mengatakan, masih ada gelanggang lain bagi para penggawanya, agar bisa menunjukkan reputasi yang lebih baik. Yaitu, lewat kualifikasi Piala Asia U-18 2018, yang akan digelar pada Oktober nanti di Korea Selatan (Korsel).
Indonesia tergabung dalam Grup G, bersama Korsel, Malaysia, Timor Leste dan Brunei Darussalam. Tetapi, skuat U-19 sudah dipastikan lolos dalam kualifikasi tersebut. Sebab, Indonesia ditunjuk Federasi Sepak Bola Asia (AFC) sebagai tuan rumah gelaran tersebut pada tahun depan.
Menengok kegagalan U-23 dan U-19, hasil tak memuaskan juga dialami penggawa timnas U-16. Skuat pelatih Fakhri Husaini itu sebetulnya mengawali reputasi baik setelah menjuarai Turnamen di Vietnam pada Juni lalu. Tetapi saat mengikuti Piala AFF U-15 di Bangkok, Juli lalu, Garuda Asia tak lolos ke babak semifinal karena tertahan di peringkat ke-5 Grup A.
Saat ini, timnas U-16 sedang menjalani gelaran lain dengan berlaga di kualifikasi Piala Asia U-15 2018 di Thailand. Harapan agar Hamsah Lestaluhu dan kawan-kawan mampu menembus level Asia tahun mendatang, menjadi harapan.