REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR — Puluhan pedagang Pasar Makassar Mal mengaku jika omzetnya sejak menempati gedung baru itu anjlok selama dua bulan lebih. "Pemerintah tolonglah kami ini warga yang menggantungkan hidup kita dari jual beli. Kami para pedagang di sini juga akan diuntungkan dengan kebijakan-kebijakan yang tepat," ujar Haji Ambo Masse di Makassar, Kamis (28/9).
Ia mengatakan, sejak dia berjualan di Pasar Sentral pada 1966, omzetnya selalu meningkat hingga dia memiliki anak cucu, namun di masa tuanya ini ia dipusingkan dengan tidak adanya pembeli setelah menempati kios barunya. "Sejak terbakar dan dibangunnya kembali ini gedung berlantai tujuh oleh pengembang MTIR (Melati Tunggal Inti Raya), kita jualan di badan jalan. Tapi setelah selesai dan diminta masuk ke gedung, ternyata tidak ada pembeli yang mau masuk gedung," katanya.
Tidak adanya pembeli yang masuk dalam gedung mewah itu karena masih banyaknya pedagang lainnya yang berjualan di sepanjang jalan KH Agus Salim yang peruntukannya untuk akses jalan masuk. Namun, karena tidak adanya ketegasan dari Pemerintah Kota Makassar melalui Perusahaan Daerah Pasar Makassar Raya sehingga para pedagang tetap berjualan di badan jalan katena dasar mereka adalah surat keputusan (SK) penempatan lahan.
Para pedagang yang sudah terlanjur membongkar lapaknya dan masuk ke dalam gedung, harus menerima dengan tidak adanya pembeli yang masuk dan berimbas pada perputaran uang dan barang tersebut. "Kalau hari-hari biasanya saya bisa dapat pembeli itu di atas dua juta. Dalam satu bulan biasanya Rp100 juta satu kios, tapi sekarang ini sudah dua bulan tidak ada pembeli biar satu orang," jelas Ambo pedagang garmen tersebut.
Berdasarkan pemantauan di Pasar Makassar Mal, dari ratusan kios yang disiapkan pengembang PT MTIR, umumnya sudah tutup semua dan kembali berjualan dengan membangun lapak seadanya di pinggir jalan KH Agus Salim.