REPUBLIKA.CO.ID, MADRID — Polisi Spanyol telah menduduki pusat komunikasi pemerintah Catalonia pada malam menjelang referendum kemerdekaan yang dilarang Madrid, demikian keterangan otoritas regional pada Sabtu (30/9).
Puluhan ribu penduduk Catalonia diperkirakan akan memberikan suara mereka dalam surat suara yang tidak memiliki status hukum karena telah diblokir Mahkamah Konstitusi Spanyol. Madrid telah mengirim ribuan polisi ke wilayah timur laut untuk menghentikan pemungutan suara.
Di sisi lain, pemimpin Katalunya Carles Puigdemont mengatakan pada Jumat (29/9), referendum akan terus berlanjut. "Semuanya telah disiapkan di lebih dari 2.000 titik pemungutan suara, sehingga mereka memiliki kotak suara dan surat suara, dan meminta semua orang untuk mengungkapkan pendapat mereka," ujar Puigdemont.
Pada Sabtu, seorang juru bicara pemerintah Katalunya mengatakan setidaknya empat petugas polisi memasuki pusat komunikasi di Barcelona yang mengendalikan telekomunikasi pemerintah daerah dan teknologi informasi (IT) serta diperkirakan berjaga-jaga di sana selama dua hari. Hal tersebut mengikuti perintah Pengadilan Tinggi Katalunya pada Jumat untuk polisi guna mencegah pemungutan suara elektronik.
Pengadilan juga menginstruksikan Google untuk menghapus aplikasi yang digunakan untuk menyebarkan informasi mengenai pemungutan suara. Polisi dan Kementerian Dalam Negeri Spanyol tidak mengonfirmasi tindakan tersebut.
Kepala polisi daerah Katalunya telah memerintahkan petugas untuk mengevakuasi dan menutup tempat pemungutan suara pada pukul 6 pagi waktu setempat pada Ahad (1/10) besok, sebelum pemungutan suara dibuka pada pukul 9 pagi. Pada penutupan demonstrasi untuk kampanye kemerdekaan di Barcelona pada Jumat, orang-orang membentuk slogan Referendum is democracy dengan huruf putih besar di atas panggung di depan kerumunan yang bersorak-sorai, banyak berhiaskan bendera Katalunya merah dan kuning.
Warga Catalonia lainnya berkemah di tempat pemungutan suara untuk menolak perintah pengadilan agar menutup tempat tersebut.