Rabu 11 Oct 2017 08:32 WIB

Opsi Tambah Utang Terbuka Lebar

Rep: Ahmad Fikri Noor, Debbie Sutrisno/ Red: Elba Damhuri
Transaksi valas -ilustrasi
Transaksi valas -ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penambahan utang melalui penerbitan surat berharga negara (SBN) merupakan salah satu opsi untuk menutupi kekurangan pendapatan negara dari sektor pajak. Namun, opsi tersebut dinilai tidak perlu diambil jika setoran pajak maksimal pada kuartal IV ini.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, sepanjang Januari-September 2017, realisasi penerimaan pajak tercatat baru mencapai Rp 770,7 triliun atau 60 persen dari target yang tertuang dalam APBNP 2017 sebesar Rp 1.284 triliun. Dengan begitu, terdapat kekurangan Rp 513 triliun yang harus dikejar pada kuartal IV tahun ini.

Jika dibandingkan secara tahunan, penerimaan pajak Januari sampai September 2017 mengalami pertumbuhan negatif 2,79 persen. Pada tahun lalu, setoran pajak hingga September 2016 mencapai Rp 791,9 triliun atau 58,4 persen dari target Rp 1.355,2 triliun.

Penerimaan pajak berkontribusi sebesar 75 persen terhadap target pendapatan dalam APBNP 2017 sebesar Rp 1.714 triliun. Sementara itu belanja negara pada 2017 ditargetkan Rp 2.111 triliun.

"Kalau dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, pencapaian 60 persen sampai September 2017 jauh lebih baik," kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir kepada Republika di Jakarta, Selasa (10/10).

Bahkan, lanjut Iskandar, pencapaian realisasi pajak ini jauh lebih baik jika dikurangi dengan penerimaan pajak dari program Pengampunan Pajak. Dari program yang berlangsung pada Juli 2016-Maret 2017, kas negara diketahui bertambah Rp 94,6 triliun.

Iskandar memperkirakan penerimaan pajak akan meningkat pada kuartal IV tahun ini. "Kalaupun ada kekurangan hanya sedikit dan bisa ditutupi dari saldo yang ada ataupun penerbitan SBN baru yang tidak besar," ujarnya.

Salah satu alasan Iskandar adalah rata-rata realisasi pengeluaran pemerintah setiap tahun berada pada kisaran 90 persen. "Meski begitu, menurut perkiraan saya tidak perlu sampai menerbitkan SBN karena penerimaan negara ditambah pembiayaan fiskal masih cukup membiayai pengeluaran," kata Iskandar.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Risiko Kementerian Keuangan penerbitan SBN (sampai dengan 26 September 2017) untuk menutupi defisit anggaran sudah mencapai 82,93 persen dari rencana penerbitan SBN gross dalam APBNP 2017 sebesar Rp 712,9 triliun. Dengan proyeksi defisit anggaran tahun ini, yaitu 2,67 persen terhadap produk domestik bruto, maka sisa kebutuhan pembiayaan pemerintah sekitar Rp 120 triliun.

Terkait potensi melesetnya target penerimaan pajak, Menko Perekonomian Darmin Nasution enggan memberi tanggapan. Dia mengaku sedang fokus pada sederet program-program yang berada di bawah wewenang Kemenko Perekonomian seperti kemudahan berusaha, perhutanan sosial, dan peremajaan perkebunan kelapa sawit.

Ditjen Pajak Kemenkeu optimistis mampu mengejar sisa target penerimaan pajak pada kuartal IV ini. "Caranya kita optimalkan intensifikasi dan ekstensifikasi," kata Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Kemenkeu Yon Arsal.

Peneliti dari Danny Darussalam Tax Center Bawono Kristiaji memperkirakan target pajak tahun ini tidak akan tercapai. Berdasarkan proyeksi, setoran pajak maksimal hanya Rp 1.135,9 triliun.

"Berarti akan ada short fall (kekurangan penerimaan pajak) sekitar Rp 147 triliun. Tapi angka ini masih lebih rendah dari tahun lalu yang mencapai Rp 250 triliun," kata Aji.

(Tulisan ini diolah oleh Muhammad Iqbal).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement