Jumat 13 Oct 2017 04:57 WIB

Akui Rekonsiliasi Hamas-Fatah, Israel Ajukan 5 Syarat

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Hazliansyah
Hamas-Fatah
Hamas-Fatah

REPUBLIKA.CO.ID, -- Pemerintah Israel menyatakan tak akan serta-merta menerima kesepakatan rekonsiliasi Hamas-Fatah yang baru saja ditandatangani di Kairo pada Kamis (12/10). Pemerintah Israel akan mengakui kesepakatan rekonsiliasi tersebut jika Hamas memenuhi lima ketentuan.

Salah satu di antaranya adalah melucuti senjata milik Hamas sehingga faksi tersebut tak lagi bersenjata. Pemerintah Israel juga menuntut agar Hamas menghentikan aksi terorisme dan memberi pengakuan terhadap Israel.

"Rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas harus menyertakan komitmen terhadap kesepakatan internasional dan kondisi dari Quartet," ungkap salah satu sumber dari Pemerintahan Israel yang tak disebutkan namanya, seperti dilansir Times of Israel.

Pejabat tersebut juga menyatakan bahwa Israel tak akan menerima kesepakatan rekonsiliasi jika Hamas masih membangun terowongan di Jalur Gaza dan menebar aksi teror.

Tak hanya itu, pejabat tersebut pun mengungkapkan bahwa Pemerintah Israel tak akan mengakui kesepakatan rekonsiliasi jika Hamas masih menahan jasad dari dua prajurit dan dua penduduk sipil Israel yang terbunuh dalam Operation Protective Edge pada 2014 lalu.

"Selama Hamas tidak dilucuti senjatanya dan terus menyerukan perusakan Israel, Israel akan melihat grup tersebut sebagai pihak yang bertanggung jawab atas segala aksi teror yang datang dari Gaza," tegas pejabat tersebut.

Sebelumnya, Hamas dan Fatah menandatangani kesepakatan rekonsiliasi pada Kamis (13/10) di Kairo dengan bantuan pemerintah Mesir. Dari kesepakatan ini, pemerintah Palestina akan mengambil kontrol penuh terhadap Jalur Gaza per tanggal 1 Desember mendatang.

Saat penandatanganan, Deputi Pemimpin Politik Hamas Saleh al-Arouri mengatakan bahwa kesepakatan tersebut dibuat dengan tujuan untuk mengokohkan kekuatan Palestina. Dengan kekuatan ini, al-Arouri mengatakan mereka dapat bersama-sama melawan kekuasaan zionis Israel.

"Sehingga kami dapat bekerja sama melawan Zionis, yang berupaya untuk menghapus dan menginjak-injak warga kami," ujar al-Arouri.

Di sisi lain, Israel meyakini bahwa al-Arouri telah merencanakan beberapa aksi teror. Salah satunya adalah penculikan dan pembunuhan tiga remaja Israel di West Bank pada 2014 lalu. Kejadian ini sempat memicu terjadinya perang antara Israel dan Hamas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement