REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Penasihat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk Israel, Jason Greenblatt, mengatakan, pemerintahan baru Palestina perlu mengakui eksistensi Israel. Ia pun menyatakan, Hamas perlu menanggalkan senjatanya bila hendak bergabung dalam pemerintahan persatuan Palestina.
"Setiap Pemerintah Palestina harus secara tegas dan eksplisit melakulan non-kekerasan, mengakui negara Israel, menerima kesepakatan dan kewajiban sebelumnya antara para pihak, termasuk melucuti (persenjataan) Hamas, serta berkomitmen untuk melakukan perundingan damai," ujar Greenblatt seperti dikutip laman BBC, Kamis (19/10).
Menurutnya, perlucutan Hamas merupakan syarat mutlak bila mereka hendak berperan dalam pemerintahan nasional Palestina. "Jika Hamas memainkan peran apapun dalam pemerintahan Palestina, mereka harus menerima persyaratan dasar ini," ujarnya.
Pejabat senior Hamas Bassem Naim segera menolak tuntutan AS tersebut. Ia berpendapat, hal ini merupakan bentuk intervensi langsung AS terkait urusan Palestina. "Ini adalah campur tangan terang-terangan dalam urusan Palestina karena adalah hak rakyat kita memilih pemerintahannya sesuai dengan kepentingan strategis tertinggi mereka," kata Naim menjelaskan.
Ia menuding, AS mendapat tekanan dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Sebab pada Selasa (17/10), Netanyahu telah menegaskan bahwa tidak akan melakukan perundingan diplomatik dengan Pemerintah Palestina yang bergantung pada Hamas.
Kecuali Palestina memenuhi beberapa syarat yang diajukannya, antara lain Hamas mengakui Israel dan menanggalkan senjatanya. Kemudian Otoritas Palestina melatih kontrol keamanan penuh di Gaza, dana dan peralatan kemanusiaan yang didistribusikan ke Gaza hanya melalui Otoritas Palestina, serta beberapa syarat lainnya.
Otoritas Palestina belum memberi respons apa-apa terkait pernyataan Jason Greenblatt. Namun juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah menyatakan bahwa kondisi Israel tidak akan mengubah posisi resmi Palestina untuk bergerak maju dengan upaya rekonsiliasi.
Setelah satu dekade berselisih, rekonsiliasi antara Hamas dengan Fatah akhirnya dapat tercapai. Hamas bersedia menyerahkan kontrol pemerintahannya atas Gaza kepada Otoritas Palestina, yang dipimpin tokoh Fatah Mahmoud Abbas. Hal ini dinilai sebagai peristiwa bersejarah mengingat sengitnya perseteruan antara Fatah dengan Hamas.