REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Majelis Ulama Indonesia (Komkumdan MUI) Muhammad Baharun, mengatakan Kementerian Agama (Kemenag) jika ingin menyusun kode etik dakwah harus menggandeng ulama dan lembaga terkait lainnya.
"Kemenag harusnya hanya memfasilitasi saja, yang menentukan kriteria dan menyusun kode etik harus melibatkan para ulama, atau melalui lembaga seperti MUI ini," ujar Baharun kepada Republika.co.id, Selasa (24/10) siang.
Menurut dia, kode etik penyiaran dakwah di media massa ini memang penting untuk diatur, namun pada prinsipnya, kode etik jangan sampai membatasi dakwah untuk menyampaikan amar makruf nahy munkar.
"Saat ini, urgensinya adalah mengatur agar dakwah berlangsung efektif sesuai kompetensi muballigh yang menyampaikannya. Memang harus diakui, selama ini ada juru dakwah asal-asalan sehingga umat menganggap semua da'i seperti itu," ujar dia lagi.
Lebih lanjut Baharun menjelaskan, jika dakwah para da'i diatur, tentu kode etik dakwah Kemenag bisa menjadi pedoman bagi juru dakwah dan umat yang mendengarkannya. Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama tengah merumuskan draft kode etik siaran dakwah di media elektronik.
Dirjen Penerangan Agama Islam, Khoiruddin mengatakan, dengan adanya kode etik tersebut pihaknya berharap ceramah agama bisa disampaikan dengan santun, baik di radio, televisi maupun di internet.