Rabu 01 Nov 2017 22:24 WIB

Kekuatan Hidayah

Dakwah/ilustrasi
Dakwah/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikrimah bin Abu Jahal. Jika menyebutkan nasabnya, orang akan mengira jika ia adalah salah satu musuh Allah. Abu Jahal tak kurang perbuatan jahatnya dalam menghalangi Rasulullah SAW. Anak yang tumbuh dalam suasana kebencian terhadap Islam, bisa jadi terdampak dan memiliki kebencian yang sama. Itu terjadi pada sosok Ikrimah.

Seperti halnya ayahnya, Ikrimah adalah penentang Islam ketika dakwah mulai merekah di Makkah. Cap musuh Allah disematkan kepadanya bersama sang ayah. Saat Fathul Makkah, semua kaum Quraisy Makkah menyerah tanpa syarat termasuk pemimpin mereka Abu Sufyan.

Namun, tidak begitu dengan Ikrimah. Jiwa pemberontaknya begitu tinggi. Meski ia sadar kalah jumlah, ia terus mengobarkan perlawanan terhadap kaum Muslimin. Ia menyerang kavaleri Rasulullah. Ikrimah terdesak dan akhirnya kabur ke Yaman. Saat penduduk Makkah terbuka hatinya menerima Islam, Ikrimah justru masih berkutat dengan kegelapan.

Hidayah, memang hanya milik Allah SWT. Maka sejatinya, tak pantas bagi kita mencap seseorang adalah musuh abadi dakwah. Kita, manusia yang amat lemah ini, tak paham bagaimana skenario perjalanan hidup seseorang. Dan Ikrimah membuktikannya. Cahaya Islam merasuk ke dadanya, saat ia justru berada dalam puncak permusuhan terhadap Islam.

Ikrimah membuktikan imannya tak sekadar kedok untuk menyelamatkan nyawa. Ia, yang tadinya amat bernafsu membunuh kaum Muslimin, kini menjadi sosok yang rela terbunuh demi tegaknya Islam. Pengorbanan nyawa adalah pengorbanan yang amat tinggi.

Sosok kepahlawanannya muncul saat perang Yarmuk. Saat perang usai, tergeletaklah tiga sahabat yang terluka, yaitu al-Harits bin Hisyam, Ayyasy bin Abi Rabi'ah dan Ikrimah bin Abu Jahal. Ketiganya memerlukan air untuk bertahan. Lalu seorang sahabat datang menawarkan air.

Ikrimah yang hendak diberi minum melihat Ayyasy lebih membutuhkan. Ia pun memerintahkan agar Ayyasy yang terlebih dahulu diberi minum. Saat Ayyasy hendak diberi minum, ia melihat Harits lebih membutuhkan. Maka, ia memerintahkan sang pembawa air memberi minum Harits terlebih dahulu. Sang pembawa air pun bergerak untuk memberi minum. Belum sempat memberi minum Harits, ketiganya telah syahid tanpa ada setetes air singgah ke tubuh mereka.

Disarikan dari Dialog Jumat Republika

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement