REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Itulah itsar, puncak tertinggi ukhuwah. Tidak ada basa-basi, yang ada hanya kejujuran. Sebuah kejujuran dalam pembuktian iman. Ikrimah, telah melesat dari seseorang yang berada dalam titik nadir, kini terbang mengangkasa menjemput janji bersama bidadari. Hanya iman yang jujur yang mampu menggerakkan pengorbanan setinggi itu. Dan bagi mereka yang diberikan hidayah, bukan tak mungkin Allah memberikan percepatan-percepatan iman.
Kita seharusnya iri kepada mereka yang diberikan hidayah oleh Allah SWT. Mungkin mereka menerima Islam belakangan. Mungkin saat ini mereka masih mengeja huruf hijaiyah demi azam bisa membaca Alquran. Mungkin saat ini shalat mereka masih belum sempurna. Mungkin secara kasat mata, mereka orang yang butuh pertolongan.
Namun bisa jadi, Allah hendak memuliakan mereka dengan pemahaman Islam yang amat sadar. Islam merasuk ke dalam dada mereka seiring dengan pemahaman yang kuat. Iman menancap di nurani mereka jauh lebih kokoh karena hasil dari sebuah pencarian panjang. Mungkin kita seharusnya pantas iri. Allah SWT berfirman, "Barang siapa yang disesatkan oleh Allah maka tidak ada seorang pun dapat memberinya petunjuk. Dan barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak seorang pun dapat menyesatkannya…." (QS az-Zumar [39]: 36-37).
Tak ada seorang pun di dunia ini, bahkan nabi, yang berkuasa memberi petunjuk dan hidayah. Jika sebuah hidayah datang, maka tak akan ada seorang pun yang mampu menyesatkan orang tersebut. Inilah jawaban, kenapa dalam waktu sekejap keimanan seorang Ikrimah membumbung tinggi. Saat hidayah datang, tak ada lagi gelombang yang mampu membawanya kembali ke dalam kegelapan.
Kewajiban kita sebagai Muslim adalah mendoakan siapa saja yang masih memilih jalan berseberangan dengan dakwah. Senjata orang beriman adalah doa. Kita berdoa agar tetap dalam istiqamah dan orang-orang yang menentang Islam agar mendapatkan hidayah dan petunjuk. Karena kita tak pernah tahu bagaimana akhir episode dalam hidup seseorang.
Disarikan dari Dialog Jumat Republika