REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Meningkatnya angka pengangguran lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) per Agustus 2017, ditengarai karena belum sepadannya kualitas lulusan SMK dengan kebutuhan industri saat ini. Apalagi penciptaan lapangan kerja di Indonesia pun dinilai masih sangat minim dibanding dengan lulusan SMK setiap tahunnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Agung Pambudi menjabarkan, ada tiga persoalan mikro yang menjadi persoalan tidak sepadannya kualitas lulusan SMK dengan kebutuhan industri tersebut. Pertama, kurikulum SMK tidak dirancang sesuai dengan pertumbuhan industri yang berkembang pesat.
"Untuk poin kedua, kualitas lulusan SMK belum memenuhi standar perindustrian. Banyak dari mereka yang kurang terampil, bahkan ada lulusan SMK yang belum pernah praktek, jadi bagaimana dia bisa siap bekerja," ungkap Agung saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (7/11).
Persoalan berikutnya, dikatakan Agung, terletak pada tenaga pengajar SMK yang kurang terampil dan tidak memadai. Bahkan, menurut Agung, ada guru SMK yang sama sekali belum tahu situasi real pabrik atau industri. Agung memahami, baik pemerintah daerah, pusat, bahkan pihak sekolah tidak memiliki cukup dana untuk memfasilitasi alat praktek yang memadai disetiap SMK.
Untuk itu, dia menyarankan agar sekolah bisa bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan untuk memfasilitasi praktik siswa. "Mencoba untuk bekerja sama dengan dunia usaha. Misalnya untuk praktek siswa SMK jurusan teknik mesin, sekolah bisa kerjasama dengan pabrik motor misal, agar siswa punya bekal keterampilan," kata dia.
Karena itu, Agung menegaskan, pemerintah perlu bersinergi dan meminta pendapat dari pelaku usaha dan industri untuk mencapai kesepadanan tersebut. Sehingga, ke depannya angka pengangguran lulusan SMK bisa ditekan.