Senin 20 Nov 2017 00:31 WIB

Melihat Nabi Muhammad SAW Sebagai Bapak dan Suami

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Agus Yulianto
Mencintai Nabi Muhammad SAW (ilustrasi)
Mencintai Nabi Muhammad SAW (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Allah SWT memberi tanggung jawab pada Nabi Muhammad SAW memanggil orang-orang kepada-Nya dan mengajar Islam. Namun, Muhammad SAW tak pernah melupakan tanggung jawab utamanya pada keluarga.

Dia sangat menghargai dan memperhatikan anggota keluarganya. Perlakuan Muhammad SAW pada wanita dapat menunjukkan seperti apa seharusnya seorang perempuan diperlakukan dalam Islam. Dilansir dari Saudi Gazette, Muhammad SAW menunjukkan bagaimana dirinya berinteraksi dengan anak perempuan, istri, dan wanita di komunitasnya.

Rasulullah SAW sangat mencintai anak perempuannya. Dia tak pernah membuat anak perempuannya merasa terpinggirkan atau tak penting karena mereka seorang wanita.

Muhammad SAW selalu menunjukkan kebanggaannya pada anak perempuannya dan tidak malu menunjukkan kasih sayang di depan umum. Fatimah, anak perempuan termuda Muhammad SAW selalu menjadi sumber kenyamanan, dukungan, dan kekuatan untuk ayahnya pada masa sulit di Makkah.

Saat itu, orang-orang Quraisy mencemooh dan melukai Muhammad SAW. Fatimah tak pernah terintimidasi atau takut membela ayahnya di depan umum.

Pun Muhammad SAW tak pernah menegur Fatimah karena keberanian dan kejujurannya saat berbicara tentang kebenaran dan keadilan. Setelah Nabi dan keluarganya pindah ke Madinah, Ali bin Abi Thalib meminta Fatimah menjadi istrinya.

Meskipun Rasulullah SAW menyetujuai pinangan itu, tetapi Dia tetap meminta persetujuan Fatimah. Rasulullah SAW ingin memastikan anaknya tak keberatan atas pernikahan itu.

Dia tidak pernah memaksa anak perempuannya menikah atas keinginannya. Kapan pun Fatimah berkunjung, Rasulullah SAW berdiri menyambut dan mempersilakan puterinya duduk.

Rasulullah SAW bahkan mempersilakan Fatimah mencium keningnya. Nabi Muhammad SAW mencintai Fatima dan putra-putranya.

Rasulullah SAW sering terlihat mencium dan bermain dengan cucunya. Dia mencontohkan cara memperlakukan keluarga dengan baik dan lembut.

Ketika Rasulullah SAW mempersiapkan Perang Badar terhadap orang kafir Quraisy, putrinya Ruqayyah jatuh sakit. Dia meminta suami Ruqayyah, Utsman bin Affan tetap bersama dan merawat puterinya.

Dia tak mengizinkan Utsman bin Affan meninggalkan istrinya untuk berpartisipasi dalam pertempuran yang sangat menentukan itu. Utsman menaati Muhammad SAW dan tinggal bersama istrinya selama sakitnya.

Ruqayyah meninggal pada bulan berikutnya, sebelum tentara Muslim kembali ke Madinah dari Pertempuran Badar. Sepanjang hidupnya, Nabi Muhammad SAW tidak pernah memukul, atau bahkan mengangkat tangannya untuk memukul seorang wanita atau anak-anak.

Saat memanggil putri atau istrinya, Rasulullah SAW memilih julukan cantik untuk membuat mereka merasa istimewa. Muhammad SAW memanggil Fatima Al-Zahraa, yang berarti seseorang yang bersinar.

Dia memanggil istrinya, Aisha dengan sebutan Al-Homairaa, karena pipinya yang merah dan kemerahan. Setelah kematian Khadijah, Nabi Muhammad SAW menikah lagi atas izin Allah SWT. Setiap pernikahan memiliki alasan sangat spesifik.

Nabi Muhammad SAW menghormati setiap istrinya, memperlakukan mereka dengan adil, mendengarkan keluhan dan pendapat mereka, dan peduli dengan perasaan mereka. Tidak peduli apa cobaan berat yang mungkin Dia alami di luar rumah, Rasulullah SAW selalu meluangkan waktu berbicara dengan istri-istrinya, menghibur mereka, dan menunjukkan kepada mereka bahwa dia mencintai mereka.

Rasulullah SAW peka terhadap perasaan istrinya, Aisha. Dia menyadari saat Aisha kesal, apa yang membuatnya kesal, apa yang membuatnya sedih, dan mencoba menghiburnya.

Aisha melaporkan, Nabi Muhammad SAW pernah berkata kepada dia, "Saya tahu betul saat kamu marah atau senang bersamaku".

Aisha menjawab, "Bagaimana anda tahu itu?"

Rasulullah SAW berkata, "Ketika kamu bahagia, kamu berkata Demi Tuhan Muhammad, tapi saat kamu marah, kamu mengatakan 'Demi Tuhan Abraham.

Aisha membenarkan, "Ya, saya tidak pahala, kecuali namamu". (Sahih Al-Bukhari)

Itulah Nabi kita, memberi cahaya dalam situasi gelisah, membuat istrinya tersenyum saat dia sedang kesal.

Rasulullah SAW membantu istrinya, Aisha mengerjakan tugas rumah tangga di rumah. Aisha berkata, Dia (Nabi) selalu bergabung dalam pekerjaan rumah tangga dan kadang-kadang memperbaiki pakaiannya, memperbaiki sepatunya, dan menyapu lantai. Dia memeras susu, mengembala, dan memberi makan hewannya. Nabi juga melakukan belanja rumah tangga. (Sahih Al-Bukhari)

Ketika sekelompok Muslim bersama Nabi berjalan kaki ke Makkah berniat melakukan ziarah, orang Quraisy mencegah rombongan melanjutkan perjalanan. Nabi Muhammad SAW menandatangani perjanjian Hudaibiyah dan Quraisy berjanji mengizinkan umat Islam melakukan ziarah tahun berikutnya.

Beberapa teman tak setuju ketentuan perjanjian tersebut dan kecewa karena tidak dapat melakukan ziarah. Ketika Nabi Muhammad SAW memerintahkan mereka mencukur kepala dan membuang pakaian ziarah mereka, kembali ke Madinah, mula-mula para sahabat tidak mengikuti instruksi Nabi.

Umm Salama, istri Nabi yang cerdas menyarankan Rasulullah SAW menemui sahabatnya dengan kepala dicukur. Umm Salama menduga, apabila sahabat melihat Nabi mencukur rambut-Nya, mereka mengikuti tindakan Rasulullah SAW.

Ia beranggapan, tindakan itu lebih efektif daripada memberi atau menginstruksikan pada sahabat. Nabi Muhammad SAW menuruti nasehat Umm Salama itu.

Di Madinah, komunitas wanita mengeluh, lelakinya menghabiskan banyak waktu dan belajar banyak dengan Nabi. Komunitas wanita pun menginginkan hal serupa dan memiliki pertanyaan-pertanyaan untuk Rasulullah SAW.

Nabi menugaskan seminggu sekali para wanita mengumpulkan ceramah di masjid dan Dia memberi mereka waktu mengajukan pertanyaan.

Nabi menghargai wanita tidak memiliki tempat, kecuali masjid untuk tinggal. Wanita itu bertanggung jawab membersihkan dan merawat masjid.

Suatu hari, Rasulullah SAW tak melihat wanita itu di masjid. Dia bertanya pada sahabatnya ihwal keberadaan wanita itu. Para sahabat menjelaskan wanita itu meninggal semalam.

Nabi bertanya kenapa tak mendapat kabar duka itu. Pun ia bertanya lokasi wanita itu dimakamkan dan ingin menyolatinya.

Rasulullah SAW tidak bersumpah, mengutuk, menggunakan bahasa profan, mengutuk orang lain, atau menyebarkan kecabulan. Karakter Nabi dapat dirangkum dalam ayat Alquran yang menggambarkan dia, Anda adalah karakter mulia tertinggi. (68:4)

Tidak mengherankan mengapa istri-istri, anak-anak, teman-teman, dan para pelayan Rasulullah SAW sangat mencintainya lebih dari mereka mencintai jiwa sendiri.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement