Rabu 20 Dec 2017 08:46 WIB

Misi Politik Muslimah Katalonia

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Esthi Maharani
Najat Driouech
Foto: BBC
Najat Driouech

REPUBLIKA.CO.ID, MADRID -- Katalonia sedang bergegas menyambut pesta demokrasi. Banyak pihak sibuk berbenah dan mendulang dukungan, termasuk Najat Driouech, seorang Muslimah asal Maroko. Najat adalah seorang imigran yang mencalonkan diri menjadi anggota parlemen. Ia membawa misi minoritas Muslim yang sering kali tersisihkan haknya.

"Sedih itu ketika menonton televisi dan tidak pernah melihat personal Arab dan kulit coklat," kata Driouech dilansir di BBC. Ia kemudian berkeras jadi pionir, perempuan pertama yang memiliki suara di pemerintahan.

Driouech adalah perempuan pertama di komunitasnya yang mendapatkan beasiswa dan berkuliah. Ia tiba di Katalonia di usia sembilan tahun bersama orang tuanya pada 1990.

"Saya tidak ingin anak saya mengalami apa yang kakek neneknya alami, atau saya alami. Saya ingin mereka berada di lingkungan yang inklusif, sama rata dan mengakui adanya perbedaan," kata dia.

Sebelum akhirnya memutuskan untuk menggelar jalan ke pemerintahan, Driouech aktif sebagai pekerja komunitas di dewan lokal Masnou, dekat Barcelona. Ia sudah bekerja di sana selama 17 tahun. Katalonia telah mendeklarasikan kemerdekaannya namun dianggap ilegal oleh pemerintah Spanyol. Meski demikian, mereka akan tetap menggelar pemilu pada Kamis (21/12).

"Tujuan saya bukan untuk jadi satu-satunya perempuan Muslim di parlemen, tapi saya ingin jadi yang pertama dari banyak wakil Muslim lain," kata dia. Driouech awalnya bukan seorang anggota politik mana pun.

Namun ia sepakat maju di bawah payung Republican Left of Catalonia (ERC). Partai ini berkemungkinan memenangkan suara mayoritas yang pro-kemerdekaan. Misi mereka adalah memperkuat institusi Katalonia agar bisa lepas dari Spanyol.

Driouech memiliki agenda tersendiri selain menggaungkan misi di atas. Ia ingin memperjuangkan hak minoritas Muslim agar bisa ikut andil dalam penguatan masyarakat Katalonia.

Ada 515 ribu Muslim di sana, menempati porsi 6,8 persen dari populasi. Driouech mengatakan mereka sering kali menerima perlakukan diskriminasi rasial. Baik dari masyarakat maupun civitas politik.

Di tempatnya bekerja, Driouech sering kali menerima pengaduan kasus diskriminasi. Contoh, perawat Muslim tidak diizinkan bekerja jika memakai kerudung, CV untuk melamar kerja pun tidak boleh atas nama Muslim.

Sebuah survei yang dilakukan universitas Princeton, Clemson dan Miami telah menyebut 20 persen Muslim mengalami diskriminasi dalam tiga tahun terakhir. Sisanya rentan menerima perlakuan rasial.

Alejandro Portes dari Univeritas Princeton mengatakan hal ini membawa risiko pada radikalisasi. "Dalam kondisi parah, jika anda merasa jadi warga kelas dua, maka bisa membawa pada konsekuensi radikal," kata dia.

Pemerintah Katalonia sendiri tidak dianggap oleh Perdana Menteri Spanyol. Setelah deklarasi kemerdekaan pada Oktober, sejumlah orang dipenjara, termasuk pemimpin ERC, Oriol Junqueras.

Mereka diinvestigasi dibawah kasus dugaan pemberontakan. Madrid kini menerapkan pengaturan langsung di bawah kekuatan konstitusional darurat terhadap Katalonia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement