Kamis 21 Dec 2017 15:26 WIB

Target Pajak 2018 Dinilai Sulit Tercapai

Petugas melayani wajib pajak yang mengikuti program tax amnesty di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (29/3).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petugas melayani wajib pajak yang mengikuti program tax amnesty di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (29/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat perpajakan Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menilai target penerimaan pajak 2018 sulit tercapai. Alasannya karena adanya berbagai risiko internal maupun eksternal.

"Target sebesar Rp 1.423,9 triliun di 2018 agaknya menjadi sulit untuk tercapai jika dihitung dari pertumbuhan dengan basis realisasi 2017 yang paling optimal berada di angka Rp 1.145,0 triliun," kata Bawono dalam pernyataannya yang diterima di Jakarta, Kamis (21/12).

Bawono mengatakan pemerintah sudah memiliki dua modal besar untuk mengejar target penerimaan pada 2018 karena telah mempunyai basis data hasil program pengampunan pajak dan data dari pertukaran informasi pajak. Data tersebut bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan pajak.

Meski demikian, target tersebut dirasakan masih terlalu tinggi. Sebab, pertumbuhan realisasi penerimaan pajak rata-rata saat ini hanya mencapai kisaran 5,6 persen, atau masih jauh dari angka pertumbuhan ideal sebesar 24,4 persen.

"Paling tidak harus ada pertumbuhan penerimaan pajak sebesar Rp 278,9 triliun atau sekitar 24,4 persen. Padahal, rata-rata pertumbuhan realisasi nominal pada kurun waktu 2014 hingga 2017 saja hanya sebesar 5,6 persen," jelasnya. 

Selain itu, kondisi politik pada 2018 juga harus menjadi pertimbangan tersendiri karena suhu politik diperkirakan dapat panas lebih cepat dan bisa mengurangi upaya untuk mengawal agenda reformasi pajak yang selama ini sudah berjalan dengan baik.

Dengan situasi tersebut, Bawono memperkirakan realisasi penerimaan pajak pada 2018 hanya berada pada kisaran Rp 1.219,2 hingga Rp 1.242,1 triliun. Jumlah tersebut hanya sekitar 85,6 persen-87,2 persen dari target sebesar Rp 1.423,9 triliun. 

"Dengan estimasi tersebut maka jumlah shortfall pada 2018 setidaknya sekitar Rp 181,8 triliun," katanya.

Kondisi tersebut, lanjut dia, bisa mengakibatkan terjadinya pelebaran defisit anggaran yang ditargetkan 2,19 persen terhadap PDB. Padahal, kata dia,  pemerintah telah berkomitmen untuk mengurangi ketergantungan pembiayaan dari penerbitan surat utang.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement