REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Yudha menilai salah satu cara untuk meningkatkan investasi energi terbarukan adalah dengan pemberian insentif. Insentif ini menurut Satya bisa meningkatkan minat investor dalam mengembangkan investasi energi terbarukan.
Satya tak menampik jika harga investasi di bidang EBT memang menelan biaya yang tak sedikit. Menurut dia, biaya investasi EBT bisa menelan angka hingga lima juta dolar AS per megawatt. Nilai investasi yang tak sedikit ini menurut dia harus didukung dengan insentif bagi para pengusaha.
"Infrastruktur yang kurang memadai membuat biaya investasi jadi mahal. Kita di Komisi VII sudah mengusulkan adanya insentif untuk pembangkit EBT ini," ujar Satya di Jakarta, Kamis (21/12).
Namun, Satya juga mengatakan paradigma pemberian insentif memang tak sepenuhnya disetujui oleh parlemen. Meski di Komisi VII sudah mendukung adanya insentif ini, namun Badan Anggaran DPR masih menilai bahwa insentif ini masih dianggap tabu dan tidak sesuai dengan semangat APBN.
"Bagi sebagian pihak insentif buat pengusaha itu tak baik, kalau subsidi pengusaha bikin anggaran yang semestinya buat masyarakat jadi tak tepat sasaran," ujar Satya.
Satya menjelaskan, salah satu cara agar investasi EBT bisa berkembang dengan baik, perlu adanya satu pandangan yang sama dari pemerintah dan DPR bahwa mengembangkan EBT di Indonesia merupakan hal yang wajib. Hal ini karena Indonesia sudah meratifikasi perjanjian COP Paris yang meminta bauran energi hingga 23 persen pada 2025 mendatang.