REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menaikkan batas atas bea masuk barang bawaan dari luar negeri menjadi 500 dolar AS, sebelumnya hanya 250 dolar AS. Dengan begitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 188 Tahun 2010 tentang Impor Barang yang Dibawa Oleh Penumpang, Awak Sarana, Pengangkut, Pelintas Batas dan Barang Kiriman direvisi.
Meski begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, kenaikan tersebut tidak akan memengaruhi pendapatan negara dari sisi penarikan pajak barang bawaan penumpang dari luar negeri. "Selama ini pendapatan dari itu hanya Rp 5 miliar per tahun," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (28/12).
Ia menegaskan, kenaikan batas bea masuk itu dilakukan demi pelayanan kepada masyarakat. "Melihat keluhan di media sosial, pemerintah ingin responsif. Pemerintah dikatakan semena-mena ketika ada kejadian. Jadi kita ingin perbaiki," kata Sri.
Melalui peraturan baru tersebut penumpang yang membawa barang dari luar negeri dengan nilai tidak lebih dari 500 dolar AS tidak akan dikenakan bea masuk. Sedangkan, jika barang bawaannya lebih dari ketetapan tersebut, selisihnya akan dikenakan bea masuk sebesar 10 persen, serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen, dan Pajak Penghasilan (PPh) 7,5 persen bagi pemilik NPWP atau 15 persen bagi yang tidak memiliki NPWP.
Direktur Jenderal Bea Cukai Kemenkeu Heru Pambudi menambahkan, sebelumnya pengenaan bea masuk terhadap barang dari luar negeri berbeda-beda mulai dari lima persen hingga 15 persen.
"Maka sekarang kita bikin tarif tunggal (bea masuk) 10 persen. Jadi analisa kami, itu tidak akan banyak berubah dari sisi nominal penerimaannya," kata Heru.
Ia menegaskan, penaikan batas atas bea masuk dari luar negeri ini tidak perlu dikaitkan langsung dengan fiskal. "Ya karena memang bukan itu esensinya. Esensinya adalah, bagaimana kita memberikan pelayanan kepada traveller dan yang kedua membantu pedagang dalam negeri," tutur Heru.