REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Mufti Agung Mesir mengeluarkan fatwa yang menyatakan, perdagangan dalam bitcoin tidak sah atau dilarang berdasarkan dengan hukum syariah Islam. Bitcoin adalah mata uang virtual yang digunakan untuk pembayaran. Bitcoin disebut juga mata uang kripto yang merupakan alat pembayaran digital.
Surat kabar Al-Ahram melaporkan, Mufti Agung Shawki Allam telah mengeluarkan fatwa resmi tentang masalah tersebut pada Senin (1/1). Dalam fatwa tersebut, dia menulis, perdagangan semacam 'mata uang virtual' tidak diperbolehkan karena tidak dianggap atau diakui oleh lembaga yang sah sebagai 'pertukaran antarmuka yang dapat diterima'.
Menyoroti bahwa bitcoin tidak tunduk pada otoritas pengawasan dan keuangan negara, Allam mengatakan, fatwa itu dikeluarkan setelah melakukan konsultasi dengan beberapa ahli ekonomi. Dia menekankan, bahwa baik risiko mata uang maupun potensi keuntungannya yang tinggi telah menghancurkan kemampuan Mesir secara perlahan untuk mempertahankan dan menstabilkan mata uangnya sendiri.
Allam mengatakan, bitcoin bisa memiliki efek negatif pada keamanan legal pedagang efek atau pedagang valuta asingnya sendiri. Hal itu karena kegagalan untuk mengungkapkan secara terbuka operasi semacam bitcoin. Sehingga, menurut Allam, itu akan menyebabkan kemudahan dalam pencucian uang dan perdagangan selundupan.
Bitcoin diyakini sebagai yang pertama dari ratusan mata uang digital yang diperkenalkan ke ranah internet. Hal itu sekaligus menjadi yang paling berharga dan paling meluas di seluruh dunia.
Pada 2017, perdagangan bitcoin dan mata uang digital meningkat pesat di seluruh dunia. Pada Senin (1/1), satu bitcoin dihargai lebih dari 13 ribu dolar. Bulan lalu, Otoritas Pengatur Keuangan Mesir (FRA) mengatakan, menarik investor untuk berurusan dengan mata uang kripto dianggap sebagai bentuk penipuan, yang berada di bawah tanggung jawab hukum.