REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Sejumlah warga Palestina pada Rabu (3/1) menilai Presiden Amerika Serikat melakukan pemerasan dengan mengancam menghentikan bantuan kepada Palestina jika tidak mau merundingkan perdamaian dengan Israel.
Di Israel, pernyataan Trump tersebut disambut pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Di sisi lain, mantan perunding perdamaian memperingatkan akan kemungkinan bahaya atas penghentian bantuan keuangan untuk Palestina itu.
Pada Selasa, Trump mengatakan Washington memberi Palestina "ratusan juta dolas AS per tahun tanpa mendapatkan penghargaan atau hormat. Mereka bahkan tidak mau merundingkan perdamaian dengan Israel. Lalu, kenapa kami harus terus mengirim uang untuk mereka?"
Saat menanggapi pernyataan itu, anggota Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Hanan Ashrawi mengatakan "Kami tidak akan menyerah pada pemerasan."
Lalu, juru bicara kepresidenan Palestina Nabil Abu Rdainah, "Yerusalem tidak untuk dijual, baik untuk emas ataupun perak." Mereka memang sudah muak terhadap Trump sejak awal bulan lalu saat sang presiden mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Abu Rdainah mengatakan tidak menentang upaya perundingan damai yang sempat terhenti pada 2014. Dia menegaskan hanya menetapkan syarat batas-batas wilayah sebelum Israel mencaplok Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza pada 1967.
"Jika Amerika Serikat memang menginginkan perdamaian, mereka harus menyepakati syarat ini," kata dia.
Israel sudah menyepakati syarat di Gaza dengan menarik mundur para tentara dan pemukimnya dari wilayah tersebut pada 2005 lalu. Namun mereka menyebut batas-batas pra-perang 1967 di Tepi Barat sangat tidak masuk akal dan menegaskan akan mempertahankan semua wilayah Yerusalem.
Sementara itu, setahun lalu, badan peneliti kongres Amerika Serikat menyimpulkan Washington telah memberikan sekitar 400 juta dolar AS per tahun kepada Tepi Barat dan Gaza untuk bantuan ekonomi. Sebagian besar uang tersebut digunakan untuk membiayai proyek Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat, sementara sisanya masuk ke anggaran Otoritas Palestina (PA).
Di Israel, Menteri Kebudayaan Miri Regev mengaku menyambut baik ancaman Trump untuk menghentikan bantuan. "Saya sangat puas. Dia mengatakan sudah saatnya menghentikan semua kata-kata yang membesarkan kepala Palestina," kata Regev kepada stasiun radio milik tentara.
Namun, tokoh oposisi, yang pernah menjadi kepala perunding perdamaian, Tzipi Livni, mengatakan pemerintah Israel harus segera memberitahu Trump untuk mencegah "bencana kemanusiaan di Gaza", yang juga adalah kepentingan Israel.